Sapardi menjadi redaktur di beberapa majalah Sastra terkemuka seperti, “Horison”, “Kalam”, dan “Basis”. Dalam perkembangan karirnya, Sapardi akhirnya menjadi dosen di Universitas Indonesia, dan akhirnya menjadi guru besar disana.
Kumpulan Puisi/ Prosa
- “Duka-Mu Abadi”, Bandung (1969)
- “Lelaki Tua dan Laut” (1973; terjemahan karya Ernest Hemingway)
- “Mata Pisau” (1974)
- “Sepilihan Sajak George Seferis” (1975; terjemahan karya George Seferis)
- “Puisi Klasik Cina” (1976; terjemahan)
- “Lirik Klasik Parsi” (1977; terjemahan)
- “Dongeng-dongeng Asia untuk Anak-anak” (1982, Pustaka Jaya)
- “Perahu Kertas” (1983)
- “Sihir Hujan” (1984; mendapat penghargaan Puisi Putera II di Malaysia)
- “Water Color Poems” (1986; translated by J.H. McGlynn)
- “Suddenly the night: the poetry of Sapardi Djoko Damono” (1988; translated by J.H. McGlynn)
- “Afrika yang Resah" (1988; terjemahan)
- “Mendorong Jack Kuntikunti: Sepilihan Sajak dari Australia” (1991; antologi sajak Australia, dikerjakan bersama R:F: Brissenden dan David Broks)
- “Hujan Bulan Juni” (1994)
- “Black Magic Rain” (translated by Harry G Aveling)
- “Arloji” (1998)
- “Ayat-ayat Api” (2000)
- “Pengarang Telah Mati” (2001; kumpulan cerpen)
- “Mata Jendela” (2002)
- “Ada Berita Apa hari ini, Den Sastro?” (2002)
- “Membunuh Orang Gila” (2003; kumpulan cerpen)
- “Nona Koelit Koetjing: Antologi cerita pendek Indonesia periode awal (1870an – 1910an)” (2005; salah seorang penyusun)
- “Mantra Orang Jawa” (2005; puitisasi mantera tradisional Jawa dalam bahasa Indonesia)
- “Kolam” (2009; kumpulan puisi)
Buku
- “Sastra Lisan Indonesia” (1983), ditulis bersama Subagio Sastrowardoyo dan A. Kasim Achmad. Seri Bunga Rampai Sastra ASEAN.
- “Puisi Indonesia Sebelum Kemerdekaan”
- “Dimensi Mistik dalam Islam” (1986), terjemahan karya Annemarie Schimmel “Mystical Dimension of Islam”, salah seorang penulis.
Pustaka Firdaus
- “Jejak Realisme dalam Sastra Indonesia” (2004), salah seorang penulis.
- “Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas” (1978).
- “Politik Ideologi dan Sastra Hibrida” (1999).
- “Pegangan Penelitian Sastra Bandingan” (2005).
- “Babad Tanah Jawi” (2005; penyunting bersama Sonya Sondakh, terjemahan bahasa Indonesia dari versi bahasa Jawa karya Yasadipura, Balai Pustaka 1939).
Untuk lebih mengingat kembali hasil proses kreatif Sapardi Djoko Damono dalam bidang sastra khususnya puisi, berikut Admin sertakan pula 20 contoh puisi Sapardi yang bisa Sobat simak.
AKU INGIN
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
SIHIR HUJAN
Hujan mengenal baik pohon, jalan, dan selokan
-- swaranya bisa dibeda-bedakan;
kau akan mendengarnya meski sudah kaututup pintu dan jendela.
Meskipun sudah kau matikan lampu.
Hujan, yang tahu benar membeda-bedakan, telah jatuh di pohon, jalan, dan selokan
- - menyihirmu agar sama sekali tak sempat mengaduh waktu menangkap wahyu yang harus kau rahasiakan
SELAMAT PAGI INDONESIA
selamat pagi, Indonesia, seekor burung mungil mengangguk
dan menyanyi kecil buatmu.
aku pun sudah selesai, tinggal mengenakan sepatu,
dan kemudian pergi untuk mewujudkan setiaku padamu dalam
kerja yang sederhana;
bibirku tak biasa mengucapkan kata-kata yang sukar dan
tanganku terlalu kurus untuk mengacu terkepal.
selalu kujumpai kau di wajah anak-anak sekolah,
di mata para perempuan yang sabar,
di telapak tangan yang membatu para pekerja jalanan;
kami telah bersahabat dengan kenyataan
untuk diam-diam mencintaimu.
pada suatu hari tentu kukerjakan sesuatu
agar tak sia-sia kau melahirkanku.
seekor ayam jantan menegak, dan menjeritkan salam
padamu, kubayangkan sehelai bendera berkibar di sayapnya.
aku pun pergi bekerja, menaklukkan kejemuan,
merubuhkan kesangsian,
dan menyusun batu-demi batu ketabahan, benteng
kemerdekaanmu pada setiap matahari terbit, o anak jaman
yang megah,
biarkan aku memandang ke Timur untuk mengenangmu
wajah-wajah yang penuh anak-anak sekolah berkilat,
para perempuan menyalakan api,
dan di telapak tangan para lelaki yang tabah
telah hancur kristal-kristal dusta, khianat dan pura-pura.
PERISTIWA PAGI TADI
kepada GM
Pagi tadi seorang sopir oplet bercerita kepada pesuruh kantor tentang lelaki yang terlanggar motor waktu menyeberang.
Siang tadi pesuruh kantor bercerita kepada tukang warung tentang sahabatmu yang terlanggar motor waktu menyeberang, membentur aspal, Ialu beramai-ramai diangkat ke tepi jalan.
Sore tadi tukang warung bercerita kepadamu tentang aku yang terlanggar motor waktu menyeberang, membentur aspal, lalu diangkat beramai-ramai ke tepi jalan dan menunggu setengah jam sebelum dijemput ambulans dan meninggal sesampai di rumah sakit.
Malam ini kau ingin sekali bercerita padaku tentang peristiwa itu.
PERAHU KERTAS
Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas dan kau layarkan di tepi kali; alirnya Sangat tenang, dan perahumu bergoyang menuju lautan.
"Ia akan singgah di bandar-bandar besar," kata seorang lelaki tua. Kau sangat gembira, pulang dengan berbagai gambar warna-warni di kepala.
Sejak itu kau pun menunggu kalau-kalau ada kabar dari perahu yang tak pernah lepas dari rindu-mu itu.
Akhirnya kau dengar juga pesan si tua itu, Nuh, katanya,
"Telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah banjir besar dan kini terdampar di sebuah bukit."
DUA PERISTIWA DALAM SATU SAJAK DUA BAGIAN
1
sehabis langkah-langkah kaki: hening
siapa?
barangkali si pesuruh yang tersesat dan gagal menemukan tempat- tinggalmu padahal sejak semula sudah diikutinya jejakmu
padahal harus lekas-lekas disampaikannya pesan itu padamu
2
seolah-olah kau harus segera mengucapkan sederet kata
yang pernah kaukenal artinya,
yang membuatmu terkenang akan batang randu alas tua
yang suka menjerit-jerit kalau sarat berbunga
PROLOGUE
masih terdengar sampai di sini
dukaMu abadi. Malam pun sesaat terhenti
sewaktu dingin pun terdiam, di luar
langit yang membayang samar
kueja setia, semua pun yang sempat tiba
sehabis menempuh ladang Qain dan bukit Golgota
sehabis menyekap beribu kata, di sini
di rongga-rongga yang mengecil ini
kusapa dukaMu jua, yang dahulu
yang meniupkan zarah ruang dan waktu
yang capai menyusun Huruf. Dan terbaca:
sepi manusia, jelaga
KEPADA ISTRIKU
pandanglah yang masih sempat ada
pandanglah aku: sebelum susut dari Suasana
sebelum pohon-pohon di luar tinggal suara
terpantul di dinding-dinding gua
pandang dengan cinta. Meski segala pun sepi tandanya
waktu kau bertanya-tanya, bertahan setia
langit mengekalkan warna birunya
bumi menggenggam seberkas bunga, padamu semata
HARI PUN TIBA
hari pun tiba. Kita berkemas senantiasa
kita berkemas sementara jarum melewati angka-angka
kau pun menyapa: ke mana kita
tiba-tiba terasa musim mulai menanggalkan daun-daunnya
tiba-tiba terasa kita tak sanggup menyelesaikan kata
tiba-tiba terasa bahwa hanya tersisa gema
sewaktu hari pun merapat
jarum jam sibuk membilang saat-saat terlambat
TENTANG TUHAN
Pada pagi hari Tuhan tidak pernah seperti terkejut dan
bersabda, “Hari baru lagi!”; Ia senantiasa berkeliling merawat
segenap ciptaan-Nya dengan sangat cermat dan hati-hati tanpa
memperhitungkan hari.
Ia, seperti yang pernah kaukatakan, tidak seperti kita
sama sekali.
Tuhan merawat segala yang kita kenal dan juga yang tidak
kita kenal dan juga yang tidak akan pernah bisa kita kenal.
SUDAH LAMA AKU BELAJAR
/1/
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
MATA PISAU
mata pisau itu tak berkejap menatapmu
kau yang baru saja mengasahnya
berfikir: ia tajam untuk mengiris apel
yang tersedia di atas meja
sehabis makan malam;
ia berkilat ketika terbayang olehnya urat lehermu
ATAS KEMERDEKAAN
kita berkata : jadilah
dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut
di atasnya : langit dan badai tak henti-henti
di tepinya cakrawala
terjerat juga akhirnya
kita, kemudian adalah sibuk
mengusut rahasia angka-angka
sebelum Hari yang ketujuh tiba
sebelum kita ciptakan pula Firdaus
dari segenap mimpi kita
sementara seekor ular melilit pohon itu :
inilah kemerdekaan itu, nikmatkanlah
AIR SELOKAN
"Air yang di selokan itu mengalir dari rumah sakit," katamu pada suatu hari minggu pagi. Waktu itu kau berjalan-jalan bersama istrimu yang sedang mengandung
-- ia hampir muntah karena bau sengit itu.
Dulu di selokan itu mengalir pula air yang digunakan untuk memandikanmu waktu kau lahir: campur darah dan amis baunya. Kabarnya tadi sore mereka sibuk memandikan mayat di kamar mati.
Senja ini ketika dua orang anak sedang berak di tepi selokan itu, salah seorang tiba-tiba berdiri dan menuding sesuatu:
"Hore, ada nyawa lagi terapung-apung di air itu -- alangkah indahnya!"
Tapi kau tak mungkin lagi menyaksikan yang berkilau-kilauan hanyut di permukaan air yang anyir baunya itu, sayang sekali.
YANG FANA ADALAH WAKTU
Yang fana adalah waktu. Kita abadi:
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa.
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
MATA PISAU
mata pisau itu tak berkejap menatapmu
kau yang baru saja mengasahnya
berfikir: ia tajam untuk mengiris apel
yang tersedia di atas meja
sehabis makan malam;
ia berkilat ketika terbayang olehnya urat lehermu
ATAS KEMERDEKAAN
kita berkata : jadilah
dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut
di atasnya : langit dan badai tak henti-henti
di tepinya cakrawala
terjerat juga akhirnya
kita, kemudian adalah sibuk
mengusut rahasia angka-angka
sebelum Hari yang ketujuh tiba
sebelum kita ciptakan pula Firdaus
dari segenap mimpi kita
sementara seekor ular melilit pohon itu :
inilah kemerdekaan itu, nikmatkanlah
AIR SELOKAN
"Air yang di selokan itu mengalir dari rumah sakit," katamu pada suatu hari minggu pagi. Waktu itu kau berjalan-jalan bersama istrimu yang sedang mengandung
-- ia hampir muntah karena bau sengit itu.
Dulu di selokan itu mengalir pula air yang digunakan untuk memandikanmu waktu kau lahir: campur darah dan amis baunya. Kabarnya tadi sore mereka sibuk memandikan mayat di kamar mati.
Senja ini ketika dua orang anak sedang berak di tepi selokan itu, salah seorang tiba-tiba berdiri dan menuding sesuatu:
"Hore, ada nyawa lagi terapung-apung di air itu -- alangkah indahnya!"
Tapi kau tak mungkin lagi menyaksikan yang berkilau-kilauan hanyut di permukaan air yang anyir baunya itu, sayang sekali.
YANG FANA ADALAH WAKTU
Yang fana adalah waktu. Kita abadi:
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa.
"Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?"
tanyamu.
Kita abadi.
TAJAM HUJANMU
tajam hujanmu
ini sudah terlanjur mencintaimu:
payung terbuka yang bergoyang-goyang di tangan kananku,
air yang menetes dari pinggir-pinggir payung itu,
aspal yang gemeletuk di bawah sepatu,
arloji yang buram berair kacanya,
dua-tiga patah kata yang mengganjal di tenggorokan
deras dinginmu
sembilu hujanmu
SUDAH KUTEBAK
Sudah kutebak kedatanganmu. Seperti biasanya,
kau berkias tentang sepasang ikan yang menyambar-nyambar umpan sedikit demi sedikit,
menggosok-gosokkan tubuh di karang-karang,
menyambar, berputar-putar membuat lingkaran,
menyambar, mabok membentur batu-batuan.
tanyamu.
Kita abadi.
TAJAM HUJANMU
tajam hujanmu
ini sudah terlanjur mencintaimu:
payung terbuka yang bergoyang-goyang di tangan kananku,
air yang menetes dari pinggir-pinggir payung itu,
aspal yang gemeletuk di bawah sepatu,
arloji yang buram berair kacanya,
dua-tiga patah kata yang mengganjal di tenggorokan
deras dinginmu
sembilu hujanmu
SUDAH KUTEBAK
Sudah kutebak kedatanganmu. Seperti biasanya,
kau berkias tentang sepasang ikan yang menyambar-nyambar umpan sedikit demi sedikit,
menggosok-gosokkan tubuh di karang-karang,
menyambar, berputar-putar membuat lingkaran,
menyambar, mabok membentur batu-batuan.
Kutebak si pengail masih terkantuk-kantuk di tepi sungai itu.Sendirian.
SIHIR HUJAN
Hujan mengenal baik pohon, jalan, dan selokan
-- swaranya bisa dibeda-bedakan;
kau akan mendengarnya meski sudah kaututup pintu dan jendela.
Meskipun sudah kau matikan lampu.
Hujan, yang tahu benar membeda-bedakan, telah jatuh di pohon, jalan, dan selokan
- - menyihirmu agar sama sekali tak sempat mengaduh waktu menangkap wahyu yang harus kau rahasiakan
SELAMAT PAGI INDONESIA
selamat pagi, Indonesia, seekor burung mungil mengangguk
dan menyanyi kecil buatmu.
aku pun sudah selesai, tinggal mengenakan sepatu,
dan kemudian pergi untuk mewujudkan setiaku padamu dalam
kerja yang sederhana;
bibirku tak biasa mengucapkan kata-kata yang sukar dan
tanganku terlalu kurus untuk mengacu terkepal.
selalu kujumpai kau di wajah anak-anak sekolah,
di mata para perempuan yang sabar,
di telapak tangan yang membatu para pekerja jalanan;
kami telah bersahabat dengan kenyataan
untuk diam-diam mencintaimu.
pada suatu hari tentu kukerjakan sesuatu
agar tak sia-sia kau melahirkanku.
seekor ayam jantan menegak, dan menjeritkan salam
padamu, kubayangkan sehelai bendera berkibar di sayapnya.
aku pun pergi bekerja, menaklukkan kejemuan,
merubuhkan kesangsian,
dan menyusun batu-demi batu ketabahan, benteng
kemerdekaanmu pada setiap matahari terbit, o anak jaman
yang megah,
biarkan aku memandang ke Timur untuk mengenangmu
wajah-wajah yang penuh anak-anak sekolah berkilat,
para perempuan menyalakan api,
dan di telapak tangan para lelaki yang tabah
telah hancur kristal-kristal dusta, khianat dan pura-pura.
Selamat pagi, Indonesia, seekor burung kecil
memberi salam kepada si anak kecil;
terasa benar : aku tak lain milikmu
SAJAK SUBUH
Waktu mereka membakar gubuknya awal subuh itu ia baru saja bermimpi tentang mata air. Mereka berteriak, "Jangan bermimpi!" dan ia terkejut tak mengerti.
Sejak di kota itu ia tak pernah sempat bermimpi. Ia ingin sekali melihat kembali warna hijau dan mata air, tetapi ketika untuk pertama kalinya. Ia bermimpi subuh itu, mereka membakar tempat tinggalnya.
"Jangan bermimpi!" gertak mereka.
Suara itu terpantul di bawah jembatan dan tebing-tebing sungai. Api menyulut udara lembar demi lembar, lalu meresap ke pori-pori kulitnya. Ia tak memahami perintah itu dan mereka memukulnya, "Jangan bermimpi! "
Ia rubuh dan kembali bermimpi tentang mata air dan .....
memberi salam kepada si anak kecil;
terasa benar : aku tak lain milikmu
SAJAK SUBUH
Waktu mereka membakar gubuknya awal subuh itu ia baru saja bermimpi tentang mata air. Mereka berteriak, "Jangan bermimpi!" dan ia terkejut tak mengerti.
Sejak di kota itu ia tak pernah sempat bermimpi. Ia ingin sekali melihat kembali warna hijau dan mata air, tetapi ketika untuk pertama kalinya. Ia bermimpi subuh itu, mereka membakar tempat tinggalnya.
"Jangan bermimpi!" gertak mereka.
Suara itu terpantul di bawah jembatan dan tebing-tebing sungai. Api menyulut udara lembar demi lembar, lalu meresap ke pori-pori kulitnya. Ia tak memahami perintah itu dan mereka memukulnya, "Jangan bermimpi! "
Ia rubuh dan kembali bermimpi tentang mata air dan .....
PERISTIWA PAGI TADI
kepada GM
Pagi tadi seorang sopir oplet bercerita kepada pesuruh kantor tentang lelaki yang terlanggar motor waktu menyeberang.
Siang tadi pesuruh kantor bercerita kepada tukang warung tentang sahabatmu yang terlanggar motor waktu menyeberang, membentur aspal, Ialu beramai-ramai diangkat ke tepi jalan.
Sore tadi tukang warung bercerita kepadamu tentang aku yang terlanggar motor waktu menyeberang, membentur aspal, lalu diangkat beramai-ramai ke tepi jalan dan menunggu setengah jam sebelum dijemput ambulans dan meninggal sesampai di rumah sakit.
Malam ini kau ingin sekali bercerita padaku tentang peristiwa itu.
PERAHU KERTAS
Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas dan kau layarkan di tepi kali; alirnya Sangat tenang, dan perahumu bergoyang menuju lautan.
"Ia akan singgah di bandar-bandar besar," kata seorang lelaki tua. Kau sangat gembira, pulang dengan berbagai gambar warna-warni di kepala.
Sejak itu kau pun menunggu kalau-kalau ada kabar dari perahu yang tak pernah lepas dari rindu-mu itu.
Akhirnya kau dengar juga pesan si tua itu, Nuh, katanya,
"Telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah banjir besar dan kini terdampar di sebuah bukit."
DUA PERISTIWA DALAM SATU SAJAK DUA BAGIAN
1
sehabis langkah-langkah kaki: hening
siapa?
barangkali si pesuruh yang tersesat dan gagal menemukan tempat- tinggalmu padahal sejak semula sudah diikutinya jejakmu
padahal harus lekas-lekas disampaikannya pesan itu padamu
2
seolah-olah kau harus segera mengucapkan sederet kata
yang pernah kaukenal artinya,
yang membuatmu terkenang akan batang randu alas tua
yang suka menjerit-jerit kalau sarat berbunga
PROLOGUE
masih terdengar sampai di sini
dukaMu abadi. Malam pun sesaat terhenti
sewaktu dingin pun terdiam, di luar
langit yang membayang samar
kueja setia, semua pun yang sempat tiba
sehabis menempuh ladang Qain dan bukit Golgota
sehabis menyekap beribu kata, di sini
di rongga-rongga yang mengecil ini
kusapa dukaMu jua, yang dahulu
yang meniupkan zarah ruang dan waktu
yang capai menyusun Huruf. Dan terbaca:
sepi manusia, jelaga
KEPADA ISTRIKU
pandanglah yang masih sempat ada
pandanglah aku: sebelum susut dari Suasana
sebelum pohon-pohon di luar tinggal suara
terpantul di dinding-dinding gua
pandang dengan cinta. Meski segala pun sepi tandanya
waktu kau bertanya-tanya, bertahan setia
langit mengekalkan warna birunya
bumi menggenggam seberkas bunga, padamu semata
HARI PUN TIBA
hari pun tiba. Kita berkemas senantiasa
kita berkemas sementara jarum melewati angka-angka
kau pun menyapa: ke mana kita
tiba-tiba terasa musim mulai menanggalkan daun-daunnya
tiba-tiba terasa kita tak sanggup menyelesaikan kata
tiba-tiba terasa bahwa hanya tersisa gema
sewaktu hari pun merapat
jarum jam sibuk membilang saat-saat terlambat
TENTANG TUHAN
Pada pagi hari Tuhan tidak pernah seperti terkejut dan
bersabda, “Hari baru lagi!”; Ia senantiasa berkeliling merawat
segenap ciptaan-Nya dengan sangat cermat dan hati-hati tanpa
memperhitungkan hari.
Ia, seperti yang pernah kaukatakan, tidak seperti kita
sama sekali.
Tuhan merawat segala yang kita kenal dan juga yang tidak
kita kenal dan juga yang tidak akan pernah bisa kita kenal.
SUDAH LAMA AKU BELAJAR
/1/
sudah lama aku belajar memahami
apa pun yang terdengar di sekitarku,
sudah lama belajar menghayati
apa pun yang terlihat di sekelilingku,
sudah lama belajar menerima
apa pun yang kauberikan
tanpa pernah bertanya apa ini apa itu,
sudah sangat lama belajar mengagumi matahari
ketika tenggelam di tepi danau belakang rumahku,
sudah sangat lama belajar bertanya
kepada diri sendiri
mengapa kau selalu memandangku begitu.
/2/
Ia menyaksikanmu memutar
kunci pintu rumahmu,
masuk, dan menutupnya kembali.
/3/
Kalau pada suatu hari nanti
kau mengetuk pintu
tak tahu apa aku masih sempat mendengarnya.
KENANGAN
/1/
ia meletakkan kenangannya
dengan sangat hati-hati
di laci meja dan menguncinya
memasukkan anak kunci ke saku celana
sebelum berangkat ke sebuah kota
yang sudah sangat lama hapus
dari peta yang pernah digambarnya
pada suatu musim layang-layang
/2/
tak didengarnya lagi
suara air mulai mendidih
di laci yang rapat terkunci
/3/
ia telah meletakkan hidupnya
di antara tanda petik
PERTANYAAN KERIKIL YANG GOBLOK
“Kenapa aku berada di sini?”
tanya kerikil yang goblok itu. Ia baru saja
dilontarkan dari ketapel seorang anak lelaki,
merontokkan beberapa lembar daun mangga,
menyerempet ujung ekor balam yang terperanjat,
dan sejenak membuat lengkungan yang indah
di udara, lalu jatuh di jalan raya
tepat ketika ada truk lewat di sana.
Kini ia terjepit di sela-sela kembang ban
dan malah bertanya kenapa;
ada saatnya nanti, entah kapan dan di mana,
ia dicungkil oleh si kenek sambil berkata,
“Mengganggu saja!”
apa pun yang terdengar di sekitarku,
sudah lama belajar menghayati
apa pun yang terlihat di sekelilingku,
sudah lama belajar menerima
apa pun yang kauberikan
tanpa pernah bertanya apa ini apa itu,
sudah sangat lama belajar mengagumi matahari
ketika tenggelam di tepi danau belakang rumahku,
sudah sangat lama belajar bertanya
kepada diri sendiri
mengapa kau selalu memandangku begitu.
/2/
Ia menyaksikanmu memutar
kunci pintu rumahmu,
masuk, dan menutupnya kembali.
/3/
Kalau pada suatu hari nanti
kau mengetuk pintu
tak tahu apa aku masih sempat mendengarnya.
KENANGAN
/1/
ia meletakkan kenangannya
dengan sangat hati-hati
di laci meja dan menguncinya
memasukkan anak kunci ke saku celana
sebelum berangkat ke sebuah kota
yang sudah sangat lama hapus
dari peta yang pernah digambarnya
pada suatu musim layang-layang
/2/
tak didengarnya lagi
suara air mulai mendidih
di laci yang rapat terkunci
/3/
ia telah meletakkan hidupnya
di antara tanda petik
PERTANYAAN KERIKIL YANG GOBLOK
“Kenapa aku berada di sini?”
tanya kerikil yang goblok itu. Ia baru saja
dilontarkan dari ketapel seorang anak lelaki,
merontokkan beberapa lembar daun mangga,
menyerempet ujung ekor balam yang terperanjat,
dan sejenak membuat lengkungan yang indah
di udara, lalu jatuh di jalan raya
tepat ketika ada truk lewat di sana.
Kini ia terjepit di sela-sela kembang ban
dan malah bertanya kenapa;
ada saatnya nanti, entah kapan dan di mana,
ia dicungkil oleh si kenek sambil berkata,
“Mengganggu saja!”