10 Contoh Puisi Cucuk Espe

0
Contoh Karya Sastra Cucuk Espe - Siapakah Cucuk Espe, sastrawan yang sangat aktif berkreasi dalam jagat sastra ini? Cucuk Espe adalah seorang aktor kelahiran Jombang, 19 Maret 1974. Ia juga merupakan seorang penyair, esais, cerpenis, dan penulis naskah drama. Cucuk juga dikenal sangat produktif dalam menulis di berbagai media cetak nasional di Indonesia dan juga beberapa jurnal seni di luar negeri. 

Ia memperlajari bahasa Indonesia di IKIP Malang, setelah itu ia menjadi seorang seniman dan mendirikan Teater Kopi Hitam Indonesia. Teaternya tersebut telah berpentas hampir di seluruh kota besar di Indonesia.  Ia juga pernah meraih penghargaan sebagai aktor teater terbaik pada Peksiminas III di Taman Ismail Marzuki Jakarta 1995.  


Banyak karya sastra yang telah ia hasilkan. Berikut karya-karyanya dalam dunia sastra:

Karya Drama/ Teater 
  • Para Pejabat, (1995) 
  • Monolog Sang Penari, (1997) 
  • Bukan Mimpi Buruk, (1998) 
  • Mengejar Kereta Mimpi, (2001)
  • Rembulan Retak, (2003) 
  • Juliet dan Juliet, (2004) 
  • 13 Pagi, (2010) 
  • Trilogi monolog JENDERAL MARKUS, (2010) 
  • INONG dongeng rumah jalang, (2011)
  • Wisma Presiden, (2012)  
Karya Skenario Film TV 
  • Kuda Lumping dari Gunung Sumbing, (TVRI, 1996) 
  • Ketupat Lebaran, (sinema lebaran, 1998) 
  • Perempuan Bukan Perempuan, (IndMovie Festival, SCTV, 1999) 
  • Matahari dalam Selokan, (SCTV Movie, 2001) 
  • Jadikan Aku Perempuan, (IndiePro, 2010) 
Karya Novel / Cerpen / Buku 
  • Bulan Sabit di Atas Kubah (Pustaka Radar Minggu, 2010) 
  • 13 Pagi diangkat dari repertoar teater (Pustaka Radar Minggu, 2011) 
  • Ketika Karya Sastra Dipanggungkan (Lembaga Baca-Tulis Indonesia, 2012) 
  • Sejumlah cerpen dan esai yang tersebar di media cetak dalam dan luar negeri 
Penghargaan 
  • Aktor Teater Terbaik Peksiminas III di Jakarta (1995) 
  • Terpilih sebagai cerpenis terbaik 2 FolkFEST II Desember 2010 di Bangkok, Thailand.

Untuk lebih mengenal karya sastranya, berikut 10 karya sastra yang berbentuk puisi dari Cucuk Espe:


Pada Jembatan Berbatu

Jalan itu menikung dan berbatu
Padahal hujan baru saja berlalu
Bias embun seperti cermin
Di rerumputan tanah membeku
Baca sajakku jika gelisahmu berlalu
Baca sajakku jika malammu beradu
--; Dan berhentilah di jembatan itu

Ambillah sepucuk dedaun, ambil!
Jatuhkan ke riuh air tanpa ragu
Seekor ikan terjerat mata kail
Lihat dia berlari dan terus berlari
--; Tanpa peduli detak jantungmu

Ini jalan menikung dan berbatu.



Hidup dalam Sajak

Mari bicara dengan hati dewasa
Seperti rerumputan ketika senja
Seperti rembulan rona purnama
Menari di antara risau tanpa henti
--; Begitulah hidup kita lewati

Menjadi dewasa bukan soal kata
Ketika mampu mempermainkan makna
Bahwa hidup sejatinya berhenti
Saat kita tak kuasa bermimpi
--; Bukan mati tetapi hilang diri

Mari bicara dengan hati dewasa
Seperti malam menidurkan matahari
Seperti hujan melepas janji.



Sajak Minum Kopi

Tuangkan kopi secangkir saja
Pelepas dahaga sebelum senja
Kibaskan penat sebelum terjaga
Lepaskan duka tuang sebisanya
Mari minum sepelan lupa

Hidup harus memiliki arti
Meski hitam secangkir kopi
Meski kelam jangan pikir lagi
Bulan tak akan mengulang hari
Tapi ombak selalu memeluk pantai
--; Di sini aku menulis sunyi

Sebelum matahari merah sembunyi
Tumpahkan kopi ke tepi hati
Sedikit lagi.



Senja Pelabuhan Ratu

Aku ada di sini
Di tepi Pelabuhan Ratu
Menulis sajak memeluk pantai
Camar rindukan pantai
Hilang di karang landai

Aku ada di sini
Kepada pasir angin mengalir
Kepada bebatu tajam menghadang
Pecah gelombang sebelum tujuan
--; Basahi jemari sedalam lukamu

Ada perahu di ujung cakrawala
Melaju di senja Pelabuhan Ratu
Seperti doa kupanjatkan penuh ragu
Seperti lentera sunyi malam itu
Malam ketika nelayan hilang kejujuran



Kisah Burung Manyar

Gemercak angin menyapa daun bambu
Burung manyar merentak sayap
Hinggap terbang di pucuk senyap
Menuju sarang dan terlelap
Selesai hidup matahari redup

Aku ceritakan tentang burung itu
Kepadamu sebelum malam pengap
Rembulan tersesat di belantara awan
Jatuh membayang di sela air
pendar dan hilang kabar
Seribu burung manyar terpejam
Seribu burung manyar tertunduk diam
Saat angin merayu pucuk bambu
--; di jantung kampungku

Kini adalah pohon bambu menyambutmu
Saat sayup menderas kalbu
Saat bayang jagung kering membeku
Adakah sarang itu berteriak lantang;
"Datanglah padaku oh burung manyarku
Tidurlah di relungku oh burung manyarku
Simpanlah sayap sebelum esok menyerbu"

Burung manyar terbang liar
Melayang nanar tanpa binar
Tinggal angin menyapa pucuk bambu
Sarang kosong tanpa peluk rindu
Biarkah Sang Manyar hinggap di jemarimu
--; Biarkan!



Sang Penyair

Penyair itu seperti air
meski bebatu dan ranting rumput hanyut
tetap mengalir

Penyair itu seperti kabut
meski hujan dan malam larut
sajak tetap terajut

Penyair itu seperti kenari
meski sepi dan benci mengurung hati
tetaplah lincah menari

Dan,
Penyair itu bukan aku
meski selaksa sajak sehari
'ku tak bisa menjadi matahari
'ku tak bisa melukis mimpi

Tapi sajakku ada disini.



Kepada Bung Besar

Selamat malam, Bung!
Jakarta kini mendung bukan berkabung
Pesta baru mulai lekaslah bergabung
Tuang vodka sekedarnya tanda sapa
--; Ini bukan pesta jelata

Biarkan di luar demonstran mengiba
Biarkan koran-koran naik oplahnya
Biarkan televisi sibuk galang opini
--; Kita berada di tempat aman, Bung

Negeri ini seperti pasar malam
Semua permainan tersedia di sini
Jangan lupa harus saling mengerti
Itu kebijaksanaan kelas tinggi
Jika tidak dihabisi kawan sendiri
Buat cerita jual esok pagi

Jika rakyat sengit beri saja sandal jepit
Terlibat korupsi tak ada hukuman mati
Presiden siap tandatangani remisi
--; Jadi takut apalagi?

Selamat malam, Bung!



Kisah Sandal Jepit

Aku ingin bercerita tentang sandal jepit
Di negeri yang suka mempersulit
Dipimpin pejabat kaya perut buncit
Rakyat tinggal tulang berbalut kulit
Keadilan jauh di atas langit
Kemakmuran hanya bikin sakit

Ini tentang sepasang sandal jepit
Tapi sandal ini terlalu nakal
Hingga mampu menyobek akal
Tipis batas benar dan bebal
--; Jujur dianggap membual

Karena itu aku ingatkan;
Jangan sesekali mencuri sandal
Hukumannya seberat skandal
Sekali lagi aku ingatkan;
Sandal dan skandal tak beda

Mencuri sandal meringkuk di penjara
Melakoni skandal tinggal tepuk hakimnya
Begitulah keadilan di Negeri Sandal
--; Zamrud katulistiwa yang terjepit.



Camar Bulan - Tanjung Datu

Ini cerita tentang negeriku
zamrud khatulistiwa yang nestapa
kaya tapi selalu meminta-minta
subur tapi sangat tidak makmur
menjadi budak kapitalisme lamur
--; diinjak -injak kawan serumpun

Camar Bulan - Tanjung Datu
saudaraku setanah seibu
dijarah tanpa banyak tahu
penguasa asyik main dadu
demi mempertahankan kursi palsu

O...Camar Bulan - Tanjung Datu
kobarkan kepak semangatmu
lawan siapapun yang mencegatmu
bakar! bakar api di jantungmu
babat! babat siapapun yang memperalatmu
--; meski itu saudara lamamu

Kibarkan panji NKRI
ganyang siapapun yang berani
jangan menunggu rejim banci
kedaulatan negeri tak cukup diplomasi



Dornasia; Negeri Seribu Janji

Namaku Dorna
Aku lahir di negeri yang indah dan ramah
Negeri jarang terjamah, jauh dari rasa gundah
Sungai-sungai mengalir lirih
Kicau burung pagi menyambut mentari
Membangunkan wajah negeri dari mimpi
Menyambut hari tanpa menjual harga diri.

Namaku Dorna
Mirip nama tokoh pewayangan
Berjalan pada sepertiga malam terakhir
Mengayun takdir hingga titik nadir
Dorna yang penjagal nasib baik
Dorna sang penghasut lalu hilang dibalik kabut
Menyisakan tangis sampai maut menjemput.

Dan inilah awal kisah manis itu…

“Aku datang membawa kelam malam
Ke negeri yang penuh muslihat
Miskin akal sehat, gudang kaum melarat
Anak-anak telanjang dada bermain di pematang
Para perempuan meregang mimpi menahan lapar
Hujan datang menghantam setumpuk kedinginan”

“Kutemui perempuan menggamit putri mungilnya
Wajah bening, berbibir kecil, menggantung senyum ketidakmengertian.
Berlari menelusuri pematang dengan langkah meradang.
Putri mungilnya pun menangis
Menahan gerimis, tipis menusuk nadi”

“Ibu…
Kenapa aku dilahirkan di negeri seperti ini?
Kenapa aku dilahirkan disini…?
Ketika semua tidak bisa kumengerti
Negeri yang membuat ibu susah
Negeri yang membuat ibu lelah”

“Ibu…
Dimana senyum yang kurindukan?
Dimana canda nyaman yang kuimpikan?
Dimana makanan kecil yang selalu ada di meja makan?
Dimana peluk yang tersedia setiap malam?”
Sang ibu membingkai senyum
Mengurai asa digaris senja
Menjawab tanya sesuai doa
Ibu dan putri mungilnya itupun melangkah pelan
Sepelan gerimis mengalir ringan.

Aku Dorna,
Sebenarnya tak sanggup meneruskan cerita ini
Cerita yang tak seindah dongeng
Atau semanis nyanyian pengantar tidur
Tentang negeri impian yang dipenuhi bunga
Dan senyum kebahagiaan.

“Putri kecilku…
Kutak minta kau dilahirkan disini
Kutak minta kau meregang lapar disini
Kutak minta kau kehilangan harapan di negeri ini”

“Lihatlah!
Mereka sibuk mendongeng sendiri
Membakar ketulusan, membungkam keikhlasan
Di negeri ini, kita belajar menjual harga diri
Menyobek martabat, menggandeng segudang laknat”

“Dan Putri kecilku…
Kita bagian dongeng itu
Legenda yang tidak mampu dimengerti
Legenda cinta penuh muslihat
Kalimat busuk terhidang dalam perjamuan suci”

Negeri ini semakin compang-camping saja
Negeri ini semakin liar!
Doa dan dosa menjadi muslihat yang keramat
Rakyat menjadi korban tanpa tobat
Pejabat mengumbar tingkah bejat
Kebaikan adalah dosa besar!
Ketulusan haram hukumnya.

Aku Dorna,
Dan kuberi nama negeri ini; Dornasia!
Kelak anak-cucuku akan mengenang kenyamanan menyiksa ini
Dornasia, negeri mimpi yang dipenuhi janji
Ya! Sekedar janji!

“Ibu…
Meski bergelimang janji
Aku bangga lahir di negeri ini
Negeri yang penuh muslihat
Dan perilaku sulit dimengerti

Aku bangga disini
Meski harus melacurkan hati
Menjual diri demi sesuap mimpi.

Lihat mereka!
Bangga tanpa kata-kata, itulah seharusnya
Tuhan mengajariku doa;
Suatu saat kelak, rapuh mimpiku mengubah mereka
Lemah jemariku menggandeng siapa saja
Kembali menjejak pada kebenaran”

Aku berjanji,
Pabila dewasa nanti, kuubah negeri ini
Menjadi negeri penuh harga diri
Tegak diatas mimpi bangsa sendiri
Tersenyum menggenggam budaya tinggi
Kaya diatas tanah air pribumi

Aku berjanji,
Menyapu bersih teras dan ruang tamu
Dari muslihat gaya baru
Menyeka meja-kursi dari debu masa lalu
Mengguyur baju-baju dari noda saudara-saudara tuaku.

Ibu, aku berjanji
Negeri ini akan bening
Rakyat akan hening
Jika penguasa bijak tanpa berpaling"

Dornasia Raya!
Berparas cantik, bermata lentik
Meski cuma sedetik.

Dornasia…! Tanah airku, Tanah tumpah darahku
Disanalah aku berdiri….jadi beban bangsaku…

Ya! Cuma berdiri tanpa berbuat apapun!
Akulah Dorna
Maaf, jika ibu dan anak itu, akhirnya…
Menjual diri di negeri sendiri
Merampok milik sendiri
Membunuh kerabat sehati

Dornasia!
Negeri seribu janji
Membentang tepat di khatulistiwa peradaban.
Tags

Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !