Pendidikan formalnya diselesaikan di IKIP Bandung (S1) pada studi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia; dan Kajian Sastra, Fakultas Ilmu Budaya, UI untuk S-2-nya. Semasa mahasiswa ia aktif di Unit Pers Mahasiswa IKIP Bandung sebagai ketua (1987-1989).
Agus R. Sarjono kerap menulis puisi, cerpen, dan esai. Karyanya dimuat berbagai koran, majalah, dan jurnal terkemuka di Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
Agus pernah diundang membacakan sajaknya di beberapa festival internasional, seperti Istiqlal International Poetry Reading di Jakarta (1995), Festival Seni Ipoh III di negeri Perak, Malaysia (1998); Malam Puisi Indonesia-Belanda di Erasmus Huis (1998); Festival de Winternachten di Den Haag, Belanda (1999; 2003), Malam Indonesia, Paris (1999); Festival Internasional Poetry on the Road, Bremen (2001), Internasionales Literatur festival, Berlin (2001), dan Puisi Internasional Indonesia di Makassar dan Bandung (2002).
Salah satu karyanya pernah dimuat dalam cerpen pilihan Kompas 2003. Karya esainya diterbitkan dalam buku, antara lain Bahasa dan Bonafiditas Hatu (2001) dan Sastra dalam Empat Orba (2001). Karya dramanya, terbit dalam buku Atas Nama Cinta (2004). Puisinya terbit dalam berbagai antologi di Indonesia, bahkan di Manila (Filipina), Seoul (Korea Selatan), serta Bremen dan Berlin (Jerman). Selain itu, karyanya diterjemahkan pula ke dalam bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Perancis, Serbia, Arab, Korea, dan China.
Bersama Berthold Damshauser, ia menjadi editor seri puisi Jerman dan menerjemahkan beberapa puisi, antara lain, Zaman Buruk bagi Puisi, Berthold Brecht (2004); Candu dan Ingatan, Paul Celan (2005); Satu dan Segalanya, Johann Wolfgang von Goethe (2007).
Karya-karya puisi:
1. Kenduri Air Mata (1994; 1996)
2. A Story from the Land of the Wind (1999, 2001)
3. Suatu Cerita dari Negeri Angin (2001; 2003)
4. Frische Knöckhen aus Banyuwangi (dalam bahasa Jerman, 2002)
5. Diterbangkan Kata-Kata (antologi puisi, 2006)
6. Kepada Urania (terjemahan karya Joseph Brodsky, 1998)
7. Impian Kecemburuan (terjemahan karya Seamus Heaney, 1998)
Agus pernah diundang membacakan sajaknya di beberapa festival internasional, seperti Istiqlal International Poetry Reading di Jakarta (1995), Festival Seni Ipoh III di negeri Perak, Malaysia (1998); Malam Puisi Indonesia-Belanda di Erasmus Huis (1998); Festival de Winternachten di Den Haag, Belanda (1999; 2003), Malam Indonesia, Paris (1999); Festival Internasional Poetry on the Road, Bremen (2001), Internasionales Literatur festival, Berlin (2001), dan Puisi Internasional Indonesia di Makassar dan Bandung (2002).
Salah satu karyanya pernah dimuat dalam cerpen pilihan Kompas 2003. Karya esainya diterbitkan dalam buku, antara lain Bahasa dan Bonafiditas Hatu (2001) dan Sastra dalam Empat Orba (2001). Karya dramanya, terbit dalam buku Atas Nama Cinta (2004). Puisinya terbit dalam berbagai antologi di Indonesia, bahkan di Manila (Filipina), Seoul (Korea Selatan), serta Bremen dan Berlin (Jerman). Selain itu, karyanya diterjemahkan pula ke dalam bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Perancis, Serbia, Arab, Korea, dan China.
Bersama Berthold Damshauser, ia menjadi editor seri puisi Jerman dan menerjemahkan beberapa puisi, antara lain, Zaman Buruk bagi Puisi, Berthold Brecht (2004); Candu dan Ingatan, Paul Celan (2005); Satu dan Segalanya, Johann Wolfgang von Goethe (2007).
Karya-karya puisi:
1. Kenduri Air Mata (1994; 1996)
2. A Story from the Land of the Wind (1999, 2001)
3. Suatu Cerita dari Negeri Angin (2001; 2003)
4. Frische Knöckhen aus Banyuwangi (dalam bahasa Jerman, 2002)
5. Diterbangkan Kata-Kata (antologi puisi, 2006)
6. Kepada Urania (terjemahan karya Joseph Brodsky, 1998)
7. Impian Kecemburuan (terjemahan karya Seamus Heaney, 1998)
Berikut 5 karya Puisi Agus R. Sarjono yang bisa Simak:
Sajak Palsu
Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah
dengan sapaan palsu. Lalu merekapun belajar
sejarah palsu dari buku-buku palsu. Di akhir sekolah
mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka
yang palsu. Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah
mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru
untuk menyerahkan amplop berisi perhatian
dan rasa hormat palsu. Sambil tersipu palsu
dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru
dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu
untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan
nilai-nilai palsu yang baru. Masa sekolah
demi masa sekolah berlalu, merekapun lahir
sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu,
ahli pertanian palsu, insinyur palsu.
Sebagian menjadi guru, ilmuwan
atau seniman palsu. Dengan gairah tinggi
mereka menghambur ke tengah pembangunan palsu
dengan ekonomi palsu sebagai panglima
palsu. Mereka saksikan
ramainya perniagaan palsu dengan ekspor
dan impor palsu yang mengirim dan mendatangkan
berbagai barang kelontong kualitas palsu.
Dan bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonus
dan hadiah-hadiah palsu tapi diam-diam meminjam juga
pinjaman dengan ijin dan surat palsu kepada bank negeri
yang dijaga pejabat-pejabat palsu. Masyarakatpun berniaga
dengan uang palsu yang dijamin devisa palsu. Maka
uang-uang asing menggertak dengan kurs palsu
sehingga semua blingsatan dan terperosok krisis
yang meruntuhkan pemerintahan palsu ke dalam
nasib buruk palsu. Lalu orang-orang palsu
meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan
gagasan-gagasan palsu di tengah seminar
dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya
demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring
dan palsu.
1998
Seperti Pengakuan
Di negeri kami semua berdebu selalu
seperti kenangan
atau sejarah. Pada sebuah pagi atau sore
yang tentram, saat kami mengelilingi meja makan
mungkin saja seseorang tiba-tiba
menyalakan kipas angin
dan debu penuh nama dan sebutan yang mengendap
di sudut lemari, jalusi jendela atau ingatan
tiba-tiba bertebaran kembali memenuhi udara
hingga kita terbatuk
seperti nasib buruk.
Di negeri kami semua seperti kantor pemerintah
penuh kertas dan urusan-urusan yang tertunda.
Pada suatu hari, setelah bosan bergunjing
atau main catur, seorang kerani mungkin saja
salah menuliskan alamat
dan memposkan surat, ke segala jurusan.
Salah satu mungkin memasuki rumahmu
hingga namamu dengan paksa terhapus
dari daftar keluarga
tempat kau sebelumnya hidup
dan tertawa-tawa.
Dan berpuluh tahun kemudian
anak cucumu pun terpesona
memandang fotomu dalam sebuah arsip lama
yang terlupa dibereskan.
Di negeri kami semua berdebu selalu,
menggelitik hidung dan tenggorokan.
Kami harus belajar menghela nafas baik-baik
perlahan dan hati-hati. Sekali saja kami bersin
segala sesuatunya bakal tak tertanggungkan. Semua
di negeri kami berdebu selalu.
1998
Iklan Wisata Sebuah Biro Perjalanan
Jika Anda datang ke Indonesia, jangan lupa
datang ke Aceh. Negeri tua yang tabah,
tajam rencongnya bikin gentar nyali penjajah.
Negeri indah. Hasil bumi dan tambang
serba berlimpah. Di jaman modern,
daerah ini menjadi museum.
Anda bisa berfoto di depan gundukan mayat
atau kaum perempuan yang habis diperkosa.
Jika Anda tak punya peliharaan, bisa Anda pungut
anak yatim sebanyak Anda suka.
Inilah Aceh, daerah yang istimewa. Janganlah
meminta lagu-lagu, baik keras maupun merdu.
Di sini erang luka dan kesakitan
direkam orang buat hiburan.
Tapi Lampung tak kalah hebat. Daerah perkebunan
yang menawan. Daerah baru para transmigran
contoh terbaik hasil pembangunan.
Dengan bangga kami pindahkan
para petani miskin dari kepadatan pulau Jawa
biar kemelaratan tumbuh merata
berkembang indah di mana-mana.
Jika Anda tidak suka mayat dan tulang-tulang Aceh
tulang-tulang daerah ini tak kalah dahsyatnya.
Tentu saja diproduksi perusahaan kegarangan
dan kecerobohan yang sama. Apa boleh buat
kami lupa bagaimana mulanya.
Pendeknya Kami mencium seperti bau
pemberontakan orang-orang nekat
atau semacam tarekat.
Selain bertani, kami pastikan
mereka membawa golok atau kelewang.
Jangan tanya bukti, itu sepenuhnya soal nanti.
Tapi kalau mereka berbuat macam-macam,
bukankah keamanan bakal terancam? Tapi percayalah
mereka tidak kami jatuhkan dengan tombak,
golok atau kelewang. Kami bikin mereka
bergelimpangan dengan mudah dan nyaman
oleh senjata modern, model mutakhir yang diimpor
langsung dari negeri-negeri industri
yang demokratis, maju dan berperadaban.
Jadi tolong jangan salahkan kami punya serdadu.
Yang mereka tembaki memang gerombolan berbahaya.
Bayangkan! sudah Muslim fundamentalis pula.
Anda ingin yang eksotik, kami punya banyak cadangan.
Cobalah bepergian ke Timor Timur. Alamnya mesra
sumber tambang yang kaya.
Sebagian penduduknya merasa
Indonesia hanya sekedar nama yang ditempelkan
begitu saja ke jidat mereka,
seperti merk mobil nasional kami
yang sungguh resmi dibuat di negeri tetangga.
Jika Anda kolektor tulang-belulang
dan berbagai produk kekejaman
di daerah ini semua tak kurang. Anda tinggal pilih
Jangan Anda salahkan kami. Tak perlu pula
menghujat kesana-kemari. Kami sudah membangun
berbagai gedung dan jalan raya
tapi penduduk sini berkeras mau merdeka.
Sekali lagi: jika Anda kolektor sejati
bagaimana bisa koleksi Anda dibilang sempurna
tanpa tengkorak daerah ini?
Persediaan kami lengkap: ada berbagai ukuran
dari berbagai usia. Jika beli banyak
kami tawarkan potongan harga.
Sebenarnya ingin juga kami tunjukkan kerasnya hati kami
untuk maju dan penuh gengsi. Inilah dia Kedung Ombo
waduk raksasa yang jaya. Di sini telah kami bendung
segalanya: air mata, kesakitan dan keputusasaan para petani
yang dengan riang kami usir pergi seperti ternak
berbondong-bondong anak-beranak. Atau Madiun!
Sungai darah yang indah. Hasil percintaan pertama
bangsa kami dengan ideologi kiri. Ada cinta berikutnya
semacam puber ideologis yang kedua.
Jika Anda tak suka barang lama, kami sajikan juga
sumbangan tulang-tulang baru dari Banyuwangi,
Jember dan sekitarnya. Tulang-tulang yang mewah
hasil keajaiban politik, sejumlah dusta, kegilaan
campur dendam dan keputusasaan jelata.
Kami tambahkan bau kemenyan
dan aroma magis negeri tropis.
Semuanya tersaji untuk Anda.
Para petualang sejati, janganlah berkecil hati.
Di Irian Jaya akan Anda dapatkan pengalaman purbawi.
Biru danau Sentani, puncak gunung berselimut salju abadi.
Di belahan ini, tembaga dan emas berlimpah-ruah
Anda bisa lihat orang-orang pribumi
berkeliaran memburu babi
atau menggali ketela dengan badan telanjang
dan kemaluan hanya tertutup koteka.
Komposisi yang indah bukan! Maklumlah
Bangsa kami memang bangsa seniman.
Jika Anda berminat, bisa kami usahakan
tengkorak kepala manusia yang antik dan cantik
hasil perang suku. Tapi harganya sangatlah tinggi
maklum barang asli. Lagipula penduduk sini
tidak memenggalnya setiap hari.
Jika Anda ingin yang lebih murah
pilih saja yang lebih modern.
Memang kurang sempurna
karena ada bekas peluru di pelipisnya.
Tapi sebagai kenang-kenangan
perjalanan Anda ke dunia ketiga, kami jamin
souvenir ini tak bakal mengurangi kebanggaan Anda.
Tuhan mencipta tanah Priangan sambil tersenyum.
Itu kata pameo yang agak berlebihan memang.
Tapi alam dan gadisnya elok bukan buatan.
Maka kunjungilah tanah ini, daerah pegunungan yang asri.
Gairah Anda sebagai kolektor tulang korban kekerasan
tak akan dikecewakan. Ada tulang tukang becak
yang menggantung diri, ada pula tulang santri yang asyik
dengan agamanya sendiri. Anda bahkan bisa berenang
di danau penampungan air mata para petani
yang tanahnya disulap jadi pusat industri
padang golf dan perkebunan para petinggi.
Tuhan boleh menciptakan tanah ini sambil tersenyum
tapi koleksi tulang yang Anda inginkan itu
dibikin dengan penuh geram dan benci.
Jadi kualitasnya tak perlu Anda ragukan lagi.
Jika liburan Anda singkat saja, cukuplah
berkeliling di Jakarta. Gedung pencakar langit
dan pusat-pusat perbelanjaan
semua negara tentulah punya. Tapi pencakar langit
dan pertokoan yang hangus terbakar,
kamilah penghasil utamanya. Anda bahkan bisa berfoto
sekeluarga dengan latar belakang kerusuhan.
Sebagai ibu kota negara, persediaan mayat, tulang
dan tengkorak di sinilah pusatnya. Ada tengkorak
dan tulang-tulang hasil kegeraman ideologis
di Tanjung Priok sana. Ada tulang orang partai
hasil kecantikan taktik politik di sudut situ.
Ada juga tulang hasil kebencian rasialis
di pusat pertokoan sini.
Kami bisa banting harga jika Anda berminat
pada tulang-tulang anak-anak jalanan yang mati tak sengaja
karena lapar, dingin atau terlalu banyak menghirup
bau lem perekat. Tulang jenis ini jauh lebih murah harganya
karena mereka mati maunya sendiri. Tanpa tambahan
anggaran pembelian peluru atau biaya politik.
Dilihat dari segi kemewahan dan keindahan kota
kami hargai ketulusan hati mereka yang bersedia mati
tanpa banyak bicara. Mobil-mobil mewah kami
jadinya bisa berlalu-lalang dengan lebih leluasa.
Jadi untuk tulang jenis ini, kami tak pasang harga mati.
Dengan waktu pakansi yang pendek tak bisa kami tunjukkan
semua keistimewaan-keistimewaan kami
karena negeri kami demikian luasnya
terhampar sepanjang bentangan potret para korban
kerusuhan, pembantaian dan orang hilang.
Jika Anda dari negeri maju
di sini bakal Anda dapatkan pengalaman baru.
Anda dijamin tak akan merasa bosan
karena bisa bertualang ke berbagai pedalaman.
Sengaja kami batasi jumlah kota-kota besar
sebanyak jumlah konglomerat, hingga tak sukar
kita mengingat. Selebihnya dusun dan hamparan gelap,
seperti hamparan kaum melarat.
Inilah negeri kami. Sumber wisata bahari
yang tak bakal habis dikelilingi dalam seribukali cuti.
Dengan hanya sedikit uang, semua bisa Anda nikmati.
Percayalah ini perjalanan istimewa
yang tidak semua orang bisa mengalaminya!
Bahkan, hanya satu dua saja warga negeri kami
yang pernah menyaksikan sendiri kedasyatan tanah airnya
selengkap yang tertera di dalam peta.
1998
Chairil
Pada kereta senja
Chairil menebal jendela
cinta dan bahagia
makin jauh saja
mendengking Chairil
mendengking kereta
sayatan terus ke dada.
Pada senja di pelabuhan kecil
kau datang padaku: Chairil
cinta insani di tangan kiri,
Amir Hamzah cinta Ilahi
di tangan kanan
dengan pandang memastikan
: untukku. Aku membisu
dicakar gairah dan cemas
bertukar tangkap dengan lepas.
Aku hilang bentuk
remuk. Seharian itu
kita tak bersapaan. Oh puisi
yang enggan memberi
mampus kau
dikoyak-koyak sepi.
Kekasih, dengan apakah
kita perbandingkan pertemuan kita
: dengan Amir sepoi sepi
atau Chairil menderai sampai jauh?
Kini habis kikis segala cintaku
hilang terbang, kembali sangsai
seperti dahulu di nyanyi sunyi
di buah rindu.
Amirlah kandil kemerlap
pelita Chairil di malam gelap
ketika dada rasa hampa
dan jam dinding yang berdetak.
Aku sendiri, menyusur kata-kata
masih pengap harap. Apatah kekal
kekasihku, airmata yang kenduri
di riuh nadi di gamang jiwa
sedang cerlang matamu
tinggal kerlip puisi
di malam sunyi.
Chairil dan Amir
di pintumu puisi negeriku mengetuk.
Mereka tak bisa berpaling.
Percakapan Angin
Jangan bersurat-suratan dengan sunyi! Hardik
pamflet sambil berkacak pinggang. Tidakkah
kau dengar riuh sejarah, pesawat tempur dan ledakan
bom yang membikin nasi bungkus dan harapan
jadi asing .
Jangan bercintaan dengan rembulan! Hardik
pamflet sambil menuding kota-kota dalam peta
amis darah dan gelepar lapar.
Jangan... Namun tak sempat lagi
pamflet itu mencegah sebait puisi memekikkan
revolusi. Ia pun bersiap menghitung
tetes air matanya sendiri.
(1991)
Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah
dengan sapaan palsu. Lalu merekapun belajar
sejarah palsu dari buku-buku palsu. Di akhir sekolah
mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka
yang palsu. Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah
mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru
untuk menyerahkan amplop berisi perhatian
dan rasa hormat palsu. Sambil tersipu palsu
dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru
dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu
untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan
nilai-nilai palsu yang baru. Masa sekolah
demi masa sekolah berlalu, merekapun lahir
sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu,
ahli pertanian palsu, insinyur palsu.
Sebagian menjadi guru, ilmuwan
atau seniman palsu. Dengan gairah tinggi
mereka menghambur ke tengah pembangunan palsu
dengan ekonomi palsu sebagai panglima
palsu. Mereka saksikan
ramainya perniagaan palsu dengan ekspor
dan impor palsu yang mengirim dan mendatangkan
berbagai barang kelontong kualitas palsu.
Dan bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonus
dan hadiah-hadiah palsu tapi diam-diam meminjam juga
pinjaman dengan ijin dan surat palsu kepada bank negeri
yang dijaga pejabat-pejabat palsu. Masyarakatpun berniaga
dengan uang palsu yang dijamin devisa palsu. Maka
uang-uang asing menggertak dengan kurs palsu
sehingga semua blingsatan dan terperosok krisis
yang meruntuhkan pemerintahan palsu ke dalam
nasib buruk palsu. Lalu orang-orang palsu
meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan
gagasan-gagasan palsu di tengah seminar
dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya
demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring
dan palsu.
1998
Seperti Pengakuan
Di negeri kami semua berdebu selalu
seperti kenangan
atau sejarah. Pada sebuah pagi atau sore
yang tentram, saat kami mengelilingi meja makan
mungkin saja seseorang tiba-tiba
menyalakan kipas angin
dan debu penuh nama dan sebutan yang mengendap
di sudut lemari, jalusi jendela atau ingatan
tiba-tiba bertebaran kembali memenuhi udara
hingga kita terbatuk
seperti nasib buruk.
Di negeri kami semua seperti kantor pemerintah
penuh kertas dan urusan-urusan yang tertunda.
Pada suatu hari, setelah bosan bergunjing
atau main catur, seorang kerani mungkin saja
salah menuliskan alamat
dan memposkan surat, ke segala jurusan.
Salah satu mungkin memasuki rumahmu
hingga namamu dengan paksa terhapus
dari daftar keluarga
tempat kau sebelumnya hidup
dan tertawa-tawa.
Dan berpuluh tahun kemudian
anak cucumu pun terpesona
memandang fotomu dalam sebuah arsip lama
yang terlupa dibereskan.
Di negeri kami semua berdebu selalu,
menggelitik hidung dan tenggorokan.
Kami harus belajar menghela nafas baik-baik
perlahan dan hati-hati. Sekali saja kami bersin
segala sesuatunya bakal tak tertanggungkan. Semua
di negeri kami berdebu selalu.
1998
Iklan Wisata Sebuah Biro Perjalanan
Jika Anda datang ke Indonesia, jangan lupa
datang ke Aceh. Negeri tua yang tabah,
tajam rencongnya bikin gentar nyali penjajah.
Negeri indah. Hasil bumi dan tambang
serba berlimpah. Di jaman modern,
daerah ini menjadi museum.
Anda bisa berfoto di depan gundukan mayat
atau kaum perempuan yang habis diperkosa.
Jika Anda tak punya peliharaan, bisa Anda pungut
anak yatim sebanyak Anda suka.
Inilah Aceh, daerah yang istimewa. Janganlah
meminta lagu-lagu, baik keras maupun merdu.
Di sini erang luka dan kesakitan
direkam orang buat hiburan.
Tapi Lampung tak kalah hebat. Daerah perkebunan
yang menawan. Daerah baru para transmigran
contoh terbaik hasil pembangunan.
Dengan bangga kami pindahkan
para petani miskin dari kepadatan pulau Jawa
biar kemelaratan tumbuh merata
berkembang indah di mana-mana.
Jika Anda tidak suka mayat dan tulang-tulang Aceh
tulang-tulang daerah ini tak kalah dahsyatnya.
Tentu saja diproduksi perusahaan kegarangan
dan kecerobohan yang sama. Apa boleh buat
kami lupa bagaimana mulanya.
Pendeknya Kami mencium seperti bau
pemberontakan orang-orang nekat
atau semacam tarekat.
Selain bertani, kami pastikan
mereka membawa golok atau kelewang.
Jangan tanya bukti, itu sepenuhnya soal nanti.
Tapi kalau mereka berbuat macam-macam,
bukankah keamanan bakal terancam? Tapi percayalah
mereka tidak kami jatuhkan dengan tombak,
golok atau kelewang. Kami bikin mereka
bergelimpangan dengan mudah dan nyaman
oleh senjata modern, model mutakhir yang diimpor
langsung dari negeri-negeri industri
yang demokratis, maju dan berperadaban.
Jadi tolong jangan salahkan kami punya serdadu.
Yang mereka tembaki memang gerombolan berbahaya.
Bayangkan! sudah Muslim fundamentalis pula.
Anda ingin yang eksotik, kami punya banyak cadangan.
Cobalah bepergian ke Timor Timur. Alamnya mesra
sumber tambang yang kaya.
Sebagian penduduknya merasa
Indonesia hanya sekedar nama yang ditempelkan
begitu saja ke jidat mereka,
seperti merk mobil nasional kami
yang sungguh resmi dibuat di negeri tetangga.
Jika Anda kolektor tulang-belulang
dan berbagai produk kekejaman
di daerah ini semua tak kurang. Anda tinggal pilih
Jangan Anda salahkan kami. Tak perlu pula
menghujat kesana-kemari. Kami sudah membangun
berbagai gedung dan jalan raya
tapi penduduk sini berkeras mau merdeka.
Sekali lagi: jika Anda kolektor sejati
bagaimana bisa koleksi Anda dibilang sempurna
tanpa tengkorak daerah ini?
Persediaan kami lengkap: ada berbagai ukuran
dari berbagai usia. Jika beli banyak
kami tawarkan potongan harga.
Sebenarnya ingin juga kami tunjukkan kerasnya hati kami
untuk maju dan penuh gengsi. Inilah dia Kedung Ombo
waduk raksasa yang jaya. Di sini telah kami bendung
segalanya: air mata, kesakitan dan keputusasaan para petani
yang dengan riang kami usir pergi seperti ternak
berbondong-bondong anak-beranak. Atau Madiun!
Sungai darah yang indah. Hasil percintaan pertama
bangsa kami dengan ideologi kiri. Ada cinta berikutnya
semacam puber ideologis yang kedua.
Jika Anda tak suka barang lama, kami sajikan juga
sumbangan tulang-tulang baru dari Banyuwangi,
Jember dan sekitarnya. Tulang-tulang yang mewah
hasil keajaiban politik, sejumlah dusta, kegilaan
campur dendam dan keputusasaan jelata.
Kami tambahkan bau kemenyan
dan aroma magis negeri tropis.
Semuanya tersaji untuk Anda.
Para petualang sejati, janganlah berkecil hati.
Di Irian Jaya akan Anda dapatkan pengalaman purbawi.
Biru danau Sentani, puncak gunung berselimut salju abadi.
Di belahan ini, tembaga dan emas berlimpah-ruah
Anda bisa lihat orang-orang pribumi
berkeliaran memburu babi
atau menggali ketela dengan badan telanjang
dan kemaluan hanya tertutup koteka.
Komposisi yang indah bukan! Maklumlah
Bangsa kami memang bangsa seniman.
Jika Anda berminat, bisa kami usahakan
tengkorak kepala manusia yang antik dan cantik
hasil perang suku. Tapi harganya sangatlah tinggi
maklum barang asli. Lagipula penduduk sini
tidak memenggalnya setiap hari.
Jika Anda ingin yang lebih murah
pilih saja yang lebih modern.
Memang kurang sempurna
karena ada bekas peluru di pelipisnya.
Tapi sebagai kenang-kenangan
perjalanan Anda ke dunia ketiga, kami jamin
souvenir ini tak bakal mengurangi kebanggaan Anda.
Tuhan mencipta tanah Priangan sambil tersenyum.
Itu kata pameo yang agak berlebihan memang.
Tapi alam dan gadisnya elok bukan buatan.
Maka kunjungilah tanah ini, daerah pegunungan yang asri.
Gairah Anda sebagai kolektor tulang korban kekerasan
tak akan dikecewakan. Ada tulang tukang becak
yang menggantung diri, ada pula tulang santri yang asyik
dengan agamanya sendiri. Anda bahkan bisa berenang
di danau penampungan air mata para petani
yang tanahnya disulap jadi pusat industri
padang golf dan perkebunan para petinggi.
Tuhan boleh menciptakan tanah ini sambil tersenyum
tapi koleksi tulang yang Anda inginkan itu
dibikin dengan penuh geram dan benci.
Jadi kualitasnya tak perlu Anda ragukan lagi.
Jika liburan Anda singkat saja, cukuplah
berkeliling di Jakarta. Gedung pencakar langit
dan pusat-pusat perbelanjaan
semua negara tentulah punya. Tapi pencakar langit
dan pertokoan yang hangus terbakar,
kamilah penghasil utamanya. Anda bahkan bisa berfoto
sekeluarga dengan latar belakang kerusuhan.
Sebagai ibu kota negara, persediaan mayat, tulang
dan tengkorak di sinilah pusatnya. Ada tengkorak
dan tulang-tulang hasil kegeraman ideologis
di Tanjung Priok sana. Ada tulang orang partai
hasil kecantikan taktik politik di sudut situ.
Ada juga tulang hasil kebencian rasialis
di pusat pertokoan sini.
Kami bisa banting harga jika Anda berminat
pada tulang-tulang anak-anak jalanan yang mati tak sengaja
karena lapar, dingin atau terlalu banyak menghirup
bau lem perekat. Tulang jenis ini jauh lebih murah harganya
karena mereka mati maunya sendiri. Tanpa tambahan
anggaran pembelian peluru atau biaya politik.
Dilihat dari segi kemewahan dan keindahan kota
kami hargai ketulusan hati mereka yang bersedia mati
tanpa banyak bicara. Mobil-mobil mewah kami
jadinya bisa berlalu-lalang dengan lebih leluasa.
Jadi untuk tulang jenis ini, kami tak pasang harga mati.
Dengan waktu pakansi yang pendek tak bisa kami tunjukkan
semua keistimewaan-keistimewaan kami
karena negeri kami demikian luasnya
terhampar sepanjang bentangan potret para korban
kerusuhan, pembantaian dan orang hilang.
Jika Anda dari negeri maju
di sini bakal Anda dapatkan pengalaman baru.
Anda dijamin tak akan merasa bosan
karena bisa bertualang ke berbagai pedalaman.
Sengaja kami batasi jumlah kota-kota besar
sebanyak jumlah konglomerat, hingga tak sukar
kita mengingat. Selebihnya dusun dan hamparan gelap,
seperti hamparan kaum melarat.
Inilah negeri kami. Sumber wisata bahari
yang tak bakal habis dikelilingi dalam seribukali cuti.
Dengan hanya sedikit uang, semua bisa Anda nikmati.
Percayalah ini perjalanan istimewa
yang tidak semua orang bisa mengalaminya!
Bahkan, hanya satu dua saja warga negeri kami
yang pernah menyaksikan sendiri kedasyatan tanah airnya
selengkap yang tertera di dalam peta.
1998
Chairil
Pada kereta senja
Chairil menebal jendela
cinta dan bahagia
makin jauh saja
mendengking Chairil
mendengking kereta
sayatan terus ke dada.
Pada senja di pelabuhan kecil
kau datang padaku: Chairil
cinta insani di tangan kiri,
Amir Hamzah cinta Ilahi
di tangan kanan
dengan pandang memastikan
: untukku. Aku membisu
dicakar gairah dan cemas
bertukar tangkap dengan lepas.
Aku hilang bentuk
remuk. Seharian itu
kita tak bersapaan. Oh puisi
yang enggan memberi
mampus kau
dikoyak-koyak sepi.
Kekasih, dengan apakah
kita perbandingkan pertemuan kita
: dengan Amir sepoi sepi
atau Chairil menderai sampai jauh?
Kini habis kikis segala cintaku
hilang terbang, kembali sangsai
seperti dahulu di nyanyi sunyi
di buah rindu.
Amirlah kandil kemerlap
pelita Chairil di malam gelap
ketika dada rasa hampa
dan jam dinding yang berdetak.
Aku sendiri, menyusur kata-kata
masih pengap harap. Apatah kekal
kekasihku, airmata yang kenduri
di riuh nadi di gamang jiwa
sedang cerlang matamu
tinggal kerlip puisi
di malam sunyi.
Chairil dan Amir
di pintumu puisi negeriku mengetuk.
Mereka tak bisa berpaling.
Percakapan Angin
Jangan bersurat-suratan dengan sunyi! Hardik
pamflet sambil berkacak pinggang. Tidakkah
kau dengar riuh sejarah, pesawat tempur dan ledakan
bom yang membikin nasi bungkus dan harapan
jadi asing .
Jangan bercintaan dengan rembulan! Hardik
pamflet sambil menuding kota-kota dalam peta
amis darah dan gelepar lapar.
Jangan... Namun tak sempat lagi
pamflet itu mencegah sebait puisi memekikkan
revolusi. Ia pun bersiap menghitung
tetes air matanya sendiri.
(1991)