Demikian juga yang dialami oleh Alifmuku (nama pena dari AT Imansyah), dibeberapa titik hidupnya, dia mengalami kondisi fluktuatif untuk mempertanyakan kembali tentang hakikat pengalaman kehidupan dan pengalaman terkait lainnya. Dari hasil kontemplasi dan pemaparan pengalaman dalam dunia imajinernya itulah akhirnya tercipta 10 puisi religius yang bisa Sobat simak dan dalami maknanya.
Admin tak lupa berterimakasih atas kiriman 10 contoh puisi religius ini. Mudah-mudahan si penulis bisa terus berkarya dalam bidang sastra, khususnya puisi. Jika sobat ingin mengenal Alifmuku lebih lanjut, Sobat bisa mengunjunginya di Alifmuku.blogspot.com.
Yang Akan Terlupa
Hari ini adakah yang terlupa jemput hari nanti
Atau terlewat hiasi hari kemarin
Semenjak pusar waktu telah kubur tanda yang tersisa
Hingga lejitkan segala do’a yang tusuk angkasa
Hari ini masihkah gelombang rahasia tak sadarkan kita
Tentang langit yang bergegas tangisi kepergian para lelaki tercinta
Terdorong laju kuasa nasib yang tak berbantah
Di tepian lautan yang beranjak memerah
Hari ini masihkah sama seperti kemarin
Semenjak fajar yang masih pucat tersentak meradang
Sambut beribu butir lingkar takdir yang bergegas bertolak
Sembunyikan ratusan nyawa tertindih bergumpal tanah kerontang
Di tanah kelahiran yang makin munculkan sejuta keanehan
Hari ini...
Akankah rahasia kematian mereka ingatkan hari kemarin?
Instrumen Tak Sempurna
Pada riak-riak untai irama yang tersingkap
MelodiMu lahirkan sekeping penghambaan
Tentang pahatan yang sublim;
Jadikan untai nada yang terkubur purna
Tergali kembali melalui dzikirku pada kehendak setetes tinta
Pada putik raga bisiki kesadaran sisi yang terlupa
Perih meruyak kehadiran saat-saat yang percuma
Pada sepertiga malam yang janjikan ujung penantian
Sesekali tertepis tulisan-tulisan dzikirku yang tak terselesaikan
Perih nafas panjang yang kan tetap jadi rahasia
Tepikan derita tak tetesi gumpalan hati
Yang belum keringkan puluhan nada sembilu
Bertumpuk warnai pucat kertas yang kucurkan retasan air mata manusia
Cipadung 2002-2003
Lanskap Mimpi
Aku ingin ajak engkau tamasya ke peraduan keindahan
Tempat kembang seroja tunduk sambangi alur sungai
Air pun beruluk salam serahkan air matanya
Sebagai nafas penyambung amanat illahi
Aku ingin rangkul engkau kunjungi tambatan sinar mentari pagi
Tempat sinar memendar bergegas belai beningnya embun
Sementara bumi lahirkan rerumputan kemayu
Tuk hijaukan rona memudar
Sebagai janji seorang penjaga palawa pada pencipta
Tarikan kasih itu tulisi impian pendamba mimpi
Torehkan takdir kembali lewat coretan terberkahi
Pada kancah pertengkaran para perupa mahligai kencana
Menjadi secercah bias yang berulang
Sirami layunya kembang dunia
Sujud Batuan
Duhai Maha Segala…
Semua yang lingkupiku jadi kian tak bertahta
Semenjak cercah sinarMu pendar sematkan rindu
Bangunkan jenak tidurku
Tuk bergegas bangun sebut namaMu
Nur…..kerlipanMu hantar Ma’rifat
Nur….keagunganMu arifkan sepenggal ayat
Lirabbil Aalamin…itulah ruh kepastian nan senantiasa kan ku sambut
Duhai Raab-ku…
Kaulah pelita penerang dalam gulita malam
Kaulah kebenaran dalam dunia kebohongan
Dan kaulah pelangi dalam dunia yang terlukisi warna-warna pencuri mimpi
Dengan apakah aku gapai cahyaMu
Haruskah kubangan kan mendekapku slalu
Dalam letih dan penghambaan yang tak ada arti
Pernikahan Mawar
Menemukanmu diantara ratusan mawar yang berserak
Selaksa menembus titik surga diantara warna-warni dunia
Semakin panjang alurmu tercium
Penat dan resahku pun lalu menghilang
Pabila tiba harum wangimu sentuh kulitku
Semenjak langit masih lukiskan cakrawala pesona
Tumpahan itu moga kan tetap ada
Pabila sangsi larut mencair
Kuburkan letih gejolak jiwa
Akulah kumbang terkapar yang tengah kau hantar
Akulah air berlumpur yang tengah kau lebur
Pada putaran roda yang dekati alur bahagia
Engkaupun melati yang telah terpetik
Pada janji Tuhan yang tengah ku tepati
Pabila pemberhentian roda telah tersepakati
Duhai Maha Segala…
Semua yang lingkupiku jadi kian tak bertahta
Semenjak cercah sinarMu pendar sematkan rindu
Bangunkan jenak tidurku
Tuk bergegas bangun sebut namaMu
Nur…..kerlipanMu hantar Ma’rifat
Nur….keagunganMu arifkan sepenggal ayat
Lirabbil Aalamin…itulah ruh kepastian nan senantiasa kan ku sambut
Duhai Raab-ku…
Kaulah pelita penerang dalam gulita malam
Kaulah kebenaran dalam dunia kebohongan
Dan kaulah pelangi dalam dunia yang terlukisi warna-warna pencuri mimpi
Dengan apakah aku gapai cahyaMu
Haruskah kubangan kan mendekapku slalu
Dalam letih dan penghambaan yang tak ada arti
Cipadung 2002-2003
Pernikahan Mawar
Menemukanmu diantara ratusan mawar yang berserak
Selaksa menembus titik surga diantara warna-warni dunia
Semakin panjang alurmu tercium
Penat dan resahku pun lalu menghilang
Pabila tiba harum wangimu sentuh kulitku
Semenjak langit masih lukiskan cakrawala pesona
Tumpahan itu moga kan tetap ada
Pabila sangsi larut mencair
Kuburkan letih gejolak jiwa
Akulah kumbang terkapar yang tengah kau hantar
Akulah air berlumpur yang tengah kau lebur
Pada putaran roda yang dekati alur bahagia
Engkaupun melati yang telah terpetik
Pada janji Tuhan yang tengah ku tepati
Pabila pemberhentian roda telah tersepakati
Meditasi Kata
Kenangan melintasi hari-hari nan wangi
Saat cangkup kefanaan tertembus tetabuhan langkah
Mengerat jejak sejenak gulirkan sorot peduli
Pada serumpun kasih yang dahulu terkoyak
Terangkat kembali melalui dzikir-dzikir sunyi
Pernahkah kau sadari mencintaiku adalah dosa yang tak berbentuk
Gembirakan perasaanku juga hal yang amatlah terkutuk
Maka sisipilah akal sehatku dengan petuah-petuah bijakmu
Bangunkan malamku dengan tangisan tahajudmu
Agar aku dan dosaku
turut gugur bersama seluruh buncahan air mata nelangsa semesta
Kuingin lagi kembalikan lembutmu yang terberai dengan paksa
Dan memelukmu dalam gerimis hujan
Sebab tak kusangka kau bisa begitu sempurna cuci hatiku
Tuangkan penawar lewat tatapan lembut mata bercadar
Lengkapi janji pada pemberhentian mimpi
Aliterasi
Dengan latihan menawan
Kau acungkan kepalan
Gelembungkan ratusan urat tangan
Singsingkan baju lewati lengan
Tuk pisahkan kasih ibu pada anak Tuhan
Dengan tatap yang masih terpaku
Matamu susuri bacaan paling bermutu
Hantarkan keseluruh urat otakmu
Cangkokan dalam kata anak-anakku
Tuk repihkan janji yang kau paksakan atas nama tuntunan ajaran
Jenak Peleburan
Pabila keabadian lebih aku cintakan
Maka leburkanlah segala nista yang tlah tertumpah
Karna kekekalan adalah tingkah yang kan kunjung hakimi ku
Pabila letih lebih aku dekati
Maka hakimilah segala laku yang kan ku jalani
Karna hidup adalah persinggahan jengah yang halangi tuk tapaki jalanNya
Tapi pabila sangsi tentang akhir nanti terus lingkupi
Jadikanlah ibadahku sebagai kendaraan tuk melaju
Menembus segala ruang dan waktuNya
Kuingin lagi kembalikan lembutmu yang terberai dengan paksa
Dan memelukmu dalam gerimis hujan
Sebab tak kusangka kau bisa begitu sempurna cuci hatiku
Tuangkan penawar lewat tatapan lembut mata bercadar
Lengkapi janji pada pemberhentian mimpi
Aliterasi
Dengan latihan menawan
Kau acungkan kepalan
Gelembungkan ratusan urat tangan
Singsingkan baju lewati lengan
Tuk pisahkan kasih ibu pada anak Tuhan
Dengan tatap yang masih terpaku
Matamu susuri bacaan paling bermutu
Hantarkan keseluruh urat otakmu
Cangkokan dalam kata anak-anakku
Tuk repihkan janji yang kau paksakan atas nama tuntunan ajaran
Cipadung 2002-2003
Jenak Peleburan
Pabila keabadian lebih aku cintakan
Maka leburkanlah segala nista yang tlah tertumpah
Karna kekekalan adalah tingkah yang kan kunjung hakimi ku
Pabila letih lebih aku dekati
Maka hakimilah segala laku yang kan ku jalani
Karna hidup adalah persinggahan jengah yang halangi tuk tapaki jalanNya
Tapi pabila sangsi tentang akhir nanti terus lingkupi
Jadikanlah ibadahku sebagai kendaraan tuk melaju
Menembus segala ruang dan waktuNya
Penitah Bisu
Iqbal pernah papahku berdiri
Tuk sambangi kasih semesta yang berserak
Jelajahi lembah-lembah percakapan sepi
Tuk penuhi pundi ma'rifat dengan takbir semesta
Hingga jatuhkan kepingan malam pada dentang lonceng yang ketiga
Dinyalakannya ghirah yang bakar dingin sanubari
Disentuhnya ragaku hingga leleh menetes diatas cawan para pecinta
Tuk lepaskan anggur berpundi kesegenap makhuk yang pernah melupa
Lalu hilanglah aku disela awan yang beserak
Timbun bayanganku sendiri dengan letupan yang berkecambah
Jadikan tubuhku sendiri pada pucuk syahadat
Dalam sendawa langit menyentak gerak
Disela air-air mataNya yang sarat ma'rifat
Di penghujung labirin angkasa yang makin beku itu
Kembali kikisan kata-katanya merenggut makna
Pada ungkapan penghalang lirik-lirik bisu
Yang sejenak gigilkan seluruh tingkah pertobatanku
Iqbal pernah papahku berdiri
Tuk sambangi kasih semesta yang berserak
Jelajahi lembah-lembah percakapan sepi
Tuk penuhi pundi ma'rifat dengan takbir semesta
Hingga jatuhkan kepingan malam pada dentang lonceng yang ketiga
Dinyalakannya ghirah yang bakar dingin sanubari
Disentuhnya ragaku hingga leleh menetes diatas cawan para pecinta
Tuk lepaskan anggur berpundi kesegenap makhuk yang pernah melupa
Lalu hilanglah aku disela awan yang beserak
Timbun bayanganku sendiri dengan letupan yang berkecambah
Jadikan tubuhku sendiri pada pucuk syahadat
Dalam sendawa langit menyentak gerak
Disela air-air mataNya yang sarat ma'rifat
Di penghujung labirin angkasa yang makin beku itu
Kembali kikisan kata-katanya merenggut makna
Pada ungkapan penghalang lirik-lirik bisu
Yang sejenak gigilkan seluruh tingkah pertobatanku
Cipadung 2005-2006
Masih Berpijak
Semisal kau hakimi sgala putusanku,
jadikannya lemah berpijar rambahi makna
Ataupun hunuskan petuah-petuah pusaka
Letupan-letupan itu kan tetap ada
Pada paduan bulir ranum yang titiskan buah-buah pada pohonNya
Karena...
Sebagai angin kita tak selayaknya tertawan
Sebab hembus kebebasan senantiasa tiupkan keniscayaan
Sebagai api kita pun tak sepatutnya terpadamkan
Sebab nyalanya adalah penerang jagad kehampaan
Sebagai salju pun kita tak sepantasnya terlelehkan
Sebab dinginnya merupakan jalan tuk bekukan penindasan
Tapi mungkinkah sebagai sang waktu kita tertembus pijak langkah
Yang selalu mereka lekatkan atas nama buah manis kebijaksanaan?
Ataupun hunuskan petuah-petuah pusaka
Letupan-letupan itu kan tetap ada
Pada paduan bulir ranum yang titiskan buah-buah pada pohonNya
Karena...
Sebagai angin kita tak selayaknya tertawan
Sebab hembus kebebasan senantiasa tiupkan keniscayaan
Sebagai api kita pun tak sepatutnya terpadamkan
Sebab nyalanya adalah penerang jagad kehampaan
Sebagai salju pun kita tak sepantasnya terlelehkan
Sebab dinginnya merupakan jalan tuk bekukan penindasan
Tapi mungkinkah sebagai sang waktu kita tertembus pijak langkah
Yang selalu mereka lekatkan atas nama buah manis kebijaksanaan?
Gimana Sob? 10 Contoh Puisi Religinya lumayan berbobot kan? Atau malah ada yang beranggapan biasa saja? Tapi penilaian dari sobat semua pastilah tidak bisa disamaratakan antara satu dengan yang lainnya karena pastinya setiap individu memiliki pola pikir dan pandangan yang berbeda-beda. Oke Sobat semua, silahkan berlomba-lomba untuk menciptakan karya-karya yang positif dan membangun ya...!