Selain menulis karya sastra (cerpen, puisi, esai sastra), kini aktif di Dewan Kesenian Lampung dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Lampung. Pernah diundang ke berbagai pertemuan sastra dan budaya di Tanah Air dan luar negeri seperti Malaysia, Thailand. Sempat membacakan puisi-puisinya di Utan Kayu International Binnale (2005), Ubud Writers and Readers Festival (2007), dan lain-lain.
Karya-karyanya dipublikasikan di Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Suara Pembaruan, Jawa Pos, Suara Merdeka, Sinar Harapan, Suara Karya, Pikiran Rakyat, Republika, Horison, Kedaulatan Rakyat, Lampung Post, Radar Lampung, Riau Pos, dll.
Ia bukan sebatas penyair yang merajut bunyi dalam larik puisi. Isbedy juga penginspirasi penyair muda berkarya di level nasional. Tidak heran jika kini Lampung dikenal sebagai "Negeri Para Penyair" di jagat sastrawan Indonesia. Ini semua tidak lepas dari kerja-kerja Isbedy menggeliatkan dunia kepenyairan Lampung.
Seperti sastrawan lain, Isbedy juga tidak ingin berkarya sendiri. Ia ingin menebarkan gairah susastra pada orang lain, pada anak-anak di negeri Lampung. Isbedy juga ingin Lampung berjaya di dunia sastra.
Antologi Puisi
Kembali Ziarah, Daun-Daun Tadarus, Roman Siti dan Aku Selalu Mengabarkan (LSM Perempuan Damar, Bandar Lampung, Juli 2001), Aku Tandai Tahi Lalatmu (Gama Media, Januari 2003), Menampar Angin (Bentang Budaya, Oktober 2003), Kota Cahaya (Grasindo, Oktober 2005), Salamku pada Malam (Bukupop, April 2006), Laut Akhir (Bukupop, Januari 2007), Lelaki yang Membawa Matahari (Hikayat Publishing, Juli 2007), dan Setiap Baris Hujan (Bukupop, Juni 2008).
Kumpulan Cerpen
Ziarah Ayah (Syaamil, Mei 2003), Bulan Rebah di Meja Diggers (Beranda, Agustus 2004), Dawai Kembali Berdenting (Logung Pustaka, November 2004), Perempuan Sunyi (Gama Media, Desember 2004), Dongeng Sebelum Tidur (Beranda, September 2004), Selembut Angin Setajam Ranting (LP Publishing House, April 2005), Seandainya Kau Jadi Ikan (Gramedia Pustaka Utama, Mei 2005), dan Hanya untuk Satu Nama (C Publising Bentang Pustaka, Oktober 2005).
Antologi Bersama
Dari Negeri Poci, Resonansi Indonesia, Angkatan 2000, Horison Sastra Indonesia: Kitab Puisi, Hijau Kelon dan Puisi 2002 (Penerbit Buku Kompas, 2002), Puisi Tak Pernah Pergi (Penerbit Buku Kompas, Juli 2003), 20 Tahun Cinta (Senayan Abadi, Juli 2003), Wajah di Balik Jendela (Lazuardi, Agustus 2003), dan lain-lain.
Berikut 10 Contoh Puisi Isbedy Stiawan ZS yang bisa Sobat simak.
Ia bukan sebatas penyair yang merajut bunyi dalam larik puisi. Isbedy juga penginspirasi penyair muda berkarya di level nasional. Tidak heran jika kini Lampung dikenal sebagai "Negeri Para Penyair" di jagat sastrawan Indonesia. Ini semua tidak lepas dari kerja-kerja Isbedy menggeliatkan dunia kepenyairan Lampung.
Seperti sastrawan lain, Isbedy juga tidak ingin berkarya sendiri. Ia ingin menebarkan gairah susastra pada orang lain, pada anak-anak di negeri Lampung. Isbedy juga ingin Lampung berjaya di dunia sastra.
Antologi Puisi
Kembali Ziarah, Daun-Daun Tadarus, Roman Siti dan Aku Selalu Mengabarkan (LSM Perempuan Damar, Bandar Lampung, Juli 2001), Aku Tandai Tahi Lalatmu (Gama Media, Januari 2003), Menampar Angin (Bentang Budaya, Oktober 2003), Kota Cahaya (Grasindo, Oktober 2005), Salamku pada Malam (Bukupop, April 2006), Laut Akhir (Bukupop, Januari 2007), Lelaki yang Membawa Matahari (Hikayat Publishing, Juli 2007), dan Setiap Baris Hujan (Bukupop, Juni 2008).
Kumpulan Cerpen
Ziarah Ayah (Syaamil, Mei 2003), Bulan Rebah di Meja Diggers (Beranda, Agustus 2004), Dawai Kembali Berdenting (Logung Pustaka, November 2004), Perempuan Sunyi (Gama Media, Desember 2004), Dongeng Sebelum Tidur (Beranda, September 2004), Selembut Angin Setajam Ranting (LP Publishing House, April 2005), Seandainya Kau Jadi Ikan (Gramedia Pustaka Utama, Mei 2005), dan Hanya untuk Satu Nama (C Publising Bentang Pustaka, Oktober 2005).
Antologi Bersama
Dari Negeri Poci, Resonansi Indonesia, Angkatan 2000, Horison Sastra Indonesia: Kitab Puisi, Hijau Kelon dan Puisi 2002 (Penerbit Buku Kompas, 2002), Puisi Tak Pernah Pergi (Penerbit Buku Kompas, Juli 2003), 20 Tahun Cinta (Senayan Abadi, Juli 2003), Wajah di Balik Jendela (Lazuardi, Agustus 2003), dan lain-lain.
Berikut 10 Contoh Puisi Isbedy Stiawan ZS yang bisa Sobat simak.
Bebatuan itu Merintih
lalu bebatuan itu merintih. sejak kemarin matahari
memukul-mukulkan wajahnya di bebatuan. di sungai
yang mengalirkan darahnya
kubaca keperihan dunia: aku tak tahu di mana
lagi kusimpan kesumat ini?
begitu jauh aku terdampar. di pulau yang tak lagi mengenalku
bahkan aku makin asing pada pesta kematianku yang bakal tiba
ingin kumasuk lebih dalam untuk mengaduk-aduk udara
yang beku! Tuhan, di dunia-Mu yang semarak ini kenapa
aku seperti tak mencium aroma manusia?
lalu bebatuan itu merintih. matahari memandang
garang di ujung jalan yang akan memisahkan dunia ini
dengan lain dunia. aku tak lagi paham dengan suara
merdu dan rintihmu. ketika ranjangku bertengkar
dengan maut di malam sunyi itu
inilah perjalanan panjang bagi bebatuan. setelah hari-hari
ditikam sejuta pisau waktu. tak ada lagi sesal dan harapan
udara telah membawa senyum dan tangis pelayat
ke dalam doa yang beterbangan
lalu bebatuan itu merintih. tak ada lagi senyum
yang dinyanyikan sungai, kecuali taman
menjelma tiba-tiba
1995
Ada Daun Gugur
ada daun gugur
dekat pintu rumahku
dan warna kuningnya
mengabarkan dunia yang pecah
lewat tanah-tanah
hatiku gemetar
memandang namaku
yang mencari-cari rumah
akhirku
ada daun gugur
dekat jendela kamarku
dan warna terbakarnya
memandangku dingin
Surabaya, 1994
dekat jendela kamarku
dan warna terbakarnya
memandangku dingin
Surabaya, 1994
Dunia Botol
menghadapi dunia botol yang disuarakan radio
laut dalam diriku seakan berbusa. perahu mana
yang dapat kuyakini untuk menyeberangkanku
ke pulau itu? sedang angin tak menentu
hatiku tiba-tiba tak percaya pada laut
dan pulau menjadi samar di mataku. tapi aku
tak pernah henti mengunyah botol, karena
radio selalu mengantarkannya ke mejaku
sebenarnya aku sudah mati di meja ini
berkali-kali. tapi dalam
dunia botol yang dikirimkan radio
kuburku belum juga diazankan!
1994
tapi dengan dada yang menyala dan senantiasa
menyimpan bahasa-Nya
menyimpan bahasa-Nya
berangkat juga hewan ini ke kandang
menghitung-hitung perbukitan yang didaki
rasanya baru kemarin kita dilahirkan
seperti semut yang mendaki perbukitan
berangkat juga aku ke sana
membawa rerumputan
menghadap lurus arah matahari
1993
Pada Ketinggian Matahari
menghitung-hitung perbukitan yang didaki
rasanya baru kemarin kita dilahirkan
seperti semut yang mendaki perbukitan
berangkat juga aku ke sana
membawa rerumputan
menghadap lurus arah matahari
1993
Pada Ketinggian Matahari
pada ketinggian matahari
rumput-rumput berkeringat. tangannya
menggapaimu gelisah. hari yang penuh
pembantaian merebahkan nyalinya
hanya jerit. hanya jerit yang menggema
di padang-padang kerontang itu
kemudian senyap
kemudian senyap
sungai pun menerbangkan batu-batu
1987
Pakaian
kukenakan pakaian orangorang
sebelum aku. menjadi muslim
ke keramaian: bulan yang ramai
surau masjid mengaji
tak pernah sepi dari
menyebut namanama
kukenakan pakaian orangorang
sebelum aku. menjadi muslim
ke keramaian: bulan yang ramai
surau masjid mengaji
tak pernah sepi dari
menyebut namanama
lalu apakah aku muslim
sudah jadi saleh? di kepalaku
tumbuh peci, jemariku mengulang
ulang biji tasbih. rambut berselimut
aurat tak lagi terbaca
sepanjang bulan yang selalu
bercahaya
dari malam hingga fajar. dari pagi
sampai petang dikaruniai
sudah jadi saleh? di kepalaku
tumbuh peci, jemariku mengulang
ulang biji tasbih. rambut berselimut
aurat tak lagi terbaca
sepanjang bulan yang selalu
bercahaya
dari malam hingga fajar. dari pagi
sampai petang dikaruniai
apakah aku yang terpilih
berjalan dalam barisan
orangorang pilihan?
berjalan dalam barisan
orangorang pilihan?
aku mengenakan pakaian ini
di keramaian, namun tak sampai
ke hatiku
di keramaian, namun tak sampai
ke hatiku
aku tak henti mengeja
setiap mengaji
mengumpulkan kalimat
para aulia,
ya Allah
setiap mengaji
mengumpulkan kalimat
para aulia,
ya Allah
bulan tersenyum di sana
aku pun melangkah
tak lelahlelah. di gurun
yang diharamkan air dan makanan
sepanjang siang berdebu
kecuali malam, kecuali percintaan
hingga jelang fajar. ketika malaikat
turun: meluruhkan sayapsayapnya?
tak lelahlelah. di gurun
yang diharamkan air dan makanan
sepanjang siang berdebu
kecuali malam, kecuali percintaan
hingga jelang fajar. ketika malaikat
turun: meluruhkan sayapsayapnya?
angin membelai, bulan menepati
janjinya untuk datang
membawa riang. aku terpukau
karena semerbak wangimu
lelaki pilihan. bagiku bersumpah
kau adalah pesuruh
dan mesti kucari tiap langkahmu
bahkan sampai raudhah
serta rumah istirah
Sebuah Jalan
sebuah jalan menuju rumahku
janjinya untuk datang
membawa riang. aku terpukau
karena semerbak wangimu
lelaki pilihan. bagiku bersumpah
kau adalah pesuruh
dan mesti kucari tiap langkahmu
bahkan sampai raudhah
serta rumah istirah
Sebuah Jalan
sebuah jalan menuju rumahku
tiap saat terbuka. tanpa hutan
dan kembang berduri. aku pun
bisa kapan saja melintasi
untuk melabuhkan rindu
dan kembang berduri. aku pun
bisa kapan saja melintasi
untuk melabuhkan rindu
tak ada panggilan sebab
cintaku akan mengantar
ke sebuah jalan yang sejak
anakanak ayah telah
mengenalkan aku ke sini
agar aku tak abai mengaji
dan mengerti arti sujud
cintaku akan mengantar
ke sebuah jalan yang sejak
anakanak ayah telah
mengenalkan aku ke sini
agar aku tak abai mengaji
dan mengerti arti sujud
maka sebuah jalan
menuju rumahku
kini sudah di dalam diriku
aku pun pulang dan pergi
menuju rumahku
kini sudah di dalam diriku
aku pun pulang dan pergi
tak akan tersasar
ke lain tuju:
Kau
Akhir
jika matahari terbit
dan aku masih terjaga
setia padamu
kuminta ini bukan akhir
meski setiap mula
kausiapkan lembar penutup
ke lain tuju:
Kau
Akhir
jika matahari terbit
dan aku masih terjaga
setia padamu
kuminta ini bukan akhir
meski setiap mula
kausiapkan lembar penutup
karena aku selalu
merindukanmu
dan ingin bersama
seperti di bulan
yang kaunisbahkan
sebagai penghulu
dari yang lain
merindukanmu
dan ingin bersama
seperti di bulan
yang kaunisbahkan
sebagai penghulu
dari yang lain
jika matahari terbit
dan kembali ke asal
biarkan kedua mataku
berkubang air
sebab hanya itu
kusesali lalaiku
dan kembali ke asal
biarkan kedua mataku
berkubang air
sebab hanya itu
kusesali lalaiku
ketika matahari hilang
dan aku masih berdiri
dalam sendu
biarkan aku di situ
untuk mengeja lagi
takbir tahmid tahlil
yang belum habishabis
dan aku masih berdiri
dalam sendu
biarkan aku di situ
untuk mengeja lagi
takbir tahmid tahlil
yang belum habishabis
akan kuingat seluruh
perjalananku: sujud
dan mengaji. silaturahmi
kosong dan pecah
di aliran berdebu
perjalananku: sujud
dan mengaji. silaturahmi
kosong dan pecah
di aliran berdebu
dan di tanah kosong
aku mengabarkan
harapan
taman mahligai
aku mengabarkan
harapan
taman mahligai
— bibibirku
perutku
hanya milikmu —
perutku
hanya milikmu —
matahari tenggelam
malam syawal
namamu diagungkan
malam syawal
namamu diagungkan
rampung saumku
lengkap salat malamku
ayatayatmu kutadaruskan
“terimalah…”
lengkap salat malamku
ayatayatmu kutadaruskan
“terimalah…”
puasaku, ibadahku
hanya padamu
hanya padamu
pakaian ini
cuma duniawi
tubuhku milik ilahi
cuma duniawi
tubuhku milik ilahi
terimalah terima
jadikan aku kekasih
jadikan aku kekasih