Pria yang menikah dengan Babay Herlina dan dikaruniai dua orang anak (Radika Dzikru Bungapadi dan Rara) ini sudah mulai meminati dunia sastra secara otodidak selepas menamatkan Sekolah Menangah Atas di Serang. Sementara bidang keteateran dikenalnya ketika mengikuti Acting Course di Studiklub Teater Bandung (STB) semasa kuliah di Bandung. "Kehausan" akan dunia sastra dan teater inilah yang membuatnya rajin mengikuti pertemuan sastra di berbagai kota. Hasilnya, dia pun akhirnya menjadi seorang penyair terkenal dengan puluhan hasil karya berikut sejumlah penghargaan dari berbagai institusi, diantaranya adalah KSI Awards atas kumpulan puisinya berjudul Indonesia Setengah Tiang (2000).
Selain sebagai penyair, Toto juga menerjuni dunia jurnalistik. Pada tahun 1987 hingga 1998 dia pernah menjadi wartawan di Harian Sinar Pagi Jakarta. Kemudian, menjadi pendiri sekaligus pemimpin redaksi tabloid pelajar/ mahasiswa Bantenpos (1993-1994). Dan, menjadi pendiri sekaligus pemimpin redaksi Jurnal Sastra dan Budaya Lingkaran (1997-1998). Selanjutnya, dia mengabdikan dirinya kepada negara dengan menjadi Pegawai Negeri Sipil di BKKBN lalu pindah ke Dinas Pariwisata Kota Serang hingga sekarang.
Di sela-sela kesibukannya sebagai Pegawai Negeri Sipil tersebut, Toto aktif mengajar puisi secara sukarela di Sanggar Sastra Serang yang bekerjasama dengan Majalah Horison dan Majelis Puisi Rumah Dunia serta menjadi anggota Komunitas Sastra Indonesia. Selain itu, dia juga tetap menulis puisi yang dipublikasikan pada berbagai media cetak di Jakarta, Bandung, Surabaya, Lampung, maupun Banten.
Beberapa karya sastranya diantaranya adalah: Jejak Tiga (Serang: Azeta, 1998), Ode Kampung Cermin (Serang: Lingkar Sastra dan Teater, 1995), Negeri Bayang-Bayang (Surabaya: Yayasan Seni Surabaya, 1996), Mencari dan Kehilangan (Serang: Lingkaran Sastra dan Teater, 1996), Dari Bumi Lada (Lampung: Dewan Kesenian Lampung, 1996), Cermin Alam (Bandung: Forum Sastra Bandung dan Taman Jawa Barat, 1996), Antologi 10 Penyair Jawa Barat (1996), Antologi Puisi Indonesia 1997 (Bandung: Angkasa, 1997), Bebegig (Serang: Lingkaran Sastra dan Teater, 1998), Indonesia Setengah Tiang (Tangerang: Komunitas Sastra Indonesia, 1999), Resonansi Indonesia (Tangerang: Komunitas Sastra Indonesia, 2000), Datang dari Masa Depan (Tasikmalaya: Sanggar Sastra Tasik, 2000), Puisi (Jakarta: Yayasan Puisi, 2001), Sajadah Kata (Bandung: Syaamil Cipta Media, 2001), Konser Ujung Pulau (Lampung: Dewan Kesenian Lampung, 2002), Jus Tomat Rasa Pedas (Serang: Sanggar Sastra Serang dan Suhud Sentrautama, 2003), dan Pangeran [Lelaki yang Tak Menginginkan Sorga] (Serang: Rumah Dunia, 2004).
Berikut 10 Contoh Puisi dari Toto ST. Radik yang bisa Sobat simak.
Berikut 10 Contoh Puisi dari Toto ST. Radik yang bisa Sobat simak.
selamat pagi, cintaku
tanah sebelah mana lagikah
bakal kau tanam pabrikpabrik
dan mimpi buruk?
kuntum mawar tanggal dari tangkai
tersesat di warung warung kelam
mencari harum dalam botolbotol parfum
yang kau jaja dengan gairah berlebihan
ah, mabuk iklan kemajuan
betapa mudah dan murah cinta kau gadaikan
dari detik ke detik: deru mesin, rintih pohon!
selamat siang, cintaku
pisau yang tergeletak di atas meja makan itu terisak sedih
sudah berharihari tak ada apa pun, sekadar bawang merah
atau seekor cicak melintas, untuk dicincang
jamur karat membelukar di tubuhnya yang kian suram dan renta
matanya yang tumpul masih berkilat karena siksa lapar
namun ruang dan waktu yang mengepung dirinya hanya menurunkan sepi
seseorang meninggalkannya begitu saja di meja makan itu
tanpa tugas tanpa mangsa
Di Tengah Ladang Jagung
di tengah ladang jagung
kuterjemahkan ayatayat cintamu
di antara gerak daundaun
dan dzikir embun
di tengah ladang jagung
aku lelaki dengan tubuh legam berkilau
dibakar matahari
dalam gairah cinta menggelegak
di tengah ladang jagung
aku penari yang khusyuk mengurai doa
menjadi beribu gerak di antara riak kenangan
kenyataan hari ini, dan impian masa depan
di tengah ladang jagung
di bukit yang jauh dari tahuntahun gaduh
dan usia kemarau, aku tengadah ke langit
menyerap seluruh cahaya
Serang, 1998
Majlis Makan Malam dan Letupan di Masjid Istiqlal
ketika lidah sibuk mengganyang 20 tusuk satay, ayam
Indonesia, Pada Sebuah Malam
indonesia -- pada sebuah malam yang jauh
bulan separuh. burung alap-alap memekikkan seluruh
nyanyian kepedihan dan alamat-alamat kematian
sunyi pun tumbuh berkawan ketakutan
menjalar ke setiap rumah, mengetuk pintu-pintu
yang rapuh. dan angin seperti bersekutu
menghunjamkan dingin, tajam bagai tatapan
sepasang mata kucing hitam. kemudian hujan
jatuh, berputar-putar dalam tarian tanpa irama
menderas tak tertahan menuju jantung kegelapan
mengisyaratkan badai
indonesia -- pada sebuah malam penuh hujan
bulan tersingkir seperti menegaskan kegelapan sihir
lolong anjing dari bukit-bukit jauh mengarungi
detik amarah yang bergelombang gaduh. bunga-bunga
berganti batu, dendang sayang berganti kibasan parang
semburan peluru dan kobaran api. darah pun tumpah
di setiap jengkal tanah. mengalir ribuan kilometer
bersama airmata yang diam-diam menyimpan kenangan
sejarah negeri hijau. sobekan bendera terbakar
di atas meja perjudian. mantera-mantera, doa-doa, kutukan
seribu kata saling tindih saling cakar di antara
percakapan-percakapan aneh penuh sandi
indonesia -- pada sebuah malam huru-hara
tersesat di warung warung kelam
mencari harum dalam botolbotol parfum
yang kau jaja dengan gairah berlebihan
ah, mabuk iklan kemajuan
betapa mudah dan murah cinta kau gadaikan
dari detik ke detik: deru mesin, rintih pohon!
selamat siang, cintaku
kampung yang mana lagikah
bakal kau kirim ke belantara keasingan
dan kekosongan?
matahari kini serupa jarum jarum menusuki
bakal kau kirim ke belantara keasingan
dan kekosongan?
matahari kini serupa jarum jarum menusuki
ubun ubun, rumputan kehilangan embun
dan lalatlalat kotor berkerumun
memperkosa mawar yang menjeritkan nyeri
sedang angin hanya lintas. ah, hanya lintas
dan lalatlalat kotor berkerumun
memperkosa mawar yang menjeritkan nyeri
sedang angin hanya lintas. ah, hanya lintas
lihatlah, langitmu hangus terbakar
dan di dasar ciujung batubatu telah mati!
selamat malam, cintaku
lampu lampu menyala sepanjang jalan raya
tetapi mengapa kau tikam bulan
mengekalkan semak belukar dan bunga bunga
dalam gulita peradaban?
astaga, rumahku pun kini kau kubur
dan sawah sepetak bagi anak anakku kelak
kau sihir menjadi diskotik mainan duniawi
ah, tiba tiba engkau begitu asing bagiku!
dari sisa pecahan bulan dan mawar di trotoar
kutulis sajak sajak kematianmu
Serang, Oktober 1994
dan di dasar ciujung batubatu telah mati!
selamat malam, cintaku
lampu lampu menyala sepanjang jalan raya
tetapi mengapa kau tikam bulan
mengekalkan semak belukar dan bunga bunga
dalam gulita peradaban?
astaga, rumahku pun kini kau kubur
dan sawah sepetak bagi anak anakku kelak
kau sihir menjadi diskotik mainan duniawi
ah, tiba tiba engkau begitu asing bagiku!
dari sisa pecahan bulan dan mawar di trotoar
kutulis sajak sajak kematianmu
Serang, Oktober 1994
Kota yang Berpurapura
siapakah menuliskan nama nama Tuhan
di bawah lampu lampu yang lucu?
kota terayun dalam mimpi hitam
menjauh dari cahaya sesungguhnya
terperangkap dalam keasingan
sepanjang jalan
Tuhan kehilangan manusia
tak pernah ada perjumpaan
hanya tiang tiang besi
yang berpura pura mengucapkan iman
Serang, 2002
siapakah menuliskan nama nama Tuhan
di bawah lampu lampu yang lucu?
kota terayun dalam mimpi hitam
menjauh dari cahaya sesungguhnya
terperangkap dalam keasingan
sepanjang jalan
Tuhan kehilangan manusia
tak pernah ada perjumpaan
hanya tiang tiang besi
yang berpura pura mengucapkan iman
Serang, 2002
: ahmad syubbanuddin alwy
tetapi di sini pun terus tengkar, kakang
di antara kilau dan dencing gobang
tanah telah tandus dan kerontang
: menumbuhkan pohonpohon asing dan jahat
burungburung telah lama pergi
meninggalkan masjid dan menara
lantas apa yang hendak kaucari di sini, kakang
di kampung yang akan menyekapmu dalam titik sunyi?
sebab hujan hanya berlarian di udara
hanya berlarian di udara
Serang, 2008
tetapi di sini pun terus tengkar, kakang
di antara kilau dan dencing gobang
tanah telah tandus dan kerontang
: menumbuhkan pohonpohon asing dan jahat
burungburung telah lama pergi
meninggalkan masjid dan menara
lantas apa yang hendak kaucari di sini, kakang
di kampung yang akan menyekapmu dalam titik sunyi?
sebab hujan hanya berlarian di udara
hanya berlarian di udara
Serang, 2008
Catatan Harian Seorang Penyair
di negeriku lelaki tak patut menitikkan
air mata
hanya perempuan boleh bersedih
dan menangis
lelaki adalah serdadu: baja yang ditempa
di atas api
keras dan padat dan kejam menggenggam hidup
tak ada sepetak ruang dan sejenak waktu
untuk bertanya
tentang sesuatu yang sederhana
segalanya telah selesai
dalam kitab kalah atau menang
di negeriku lelaki tak patut menitikkan
air mata: aku pun pergi
ke negeri puisi
di mana kegembiraan dan kesedihan
keraguan dan cinta
tak ditampik atau menampik
Serang, 1998
Amsal Sebilah Pisau
di negeriku lelaki tak patut menitikkan
air mata
hanya perempuan boleh bersedih
dan menangis
lelaki adalah serdadu: baja yang ditempa
di atas api
keras dan padat dan kejam menggenggam hidup
tak ada sepetak ruang dan sejenak waktu
untuk bertanya
tentang sesuatu yang sederhana
segalanya telah selesai
dalam kitab kalah atau menang
di negeriku lelaki tak patut menitikkan
air mata: aku pun pergi
ke negeri puisi
di mana kegembiraan dan kesedihan
keraguan dan cinta
tak ditampik atau menampik
Serang, 1998
Amsal Sebilah Pisau
pisau yang tergeletak di atas meja makan itu terisak sedih
sudah berharihari tak ada apa pun, sekadar bawang merah
atau seekor cicak melintas, untuk dicincang
jamur karat membelukar di tubuhnya yang kian suram dan renta
matanya yang tumpul masih berkilat karena siksa lapar
namun ruang dan waktu yang mengepung dirinya hanya menurunkan sepi
seseorang meninggalkannya begitu saja di meja makan itu
tanpa tugas tanpa mangsa
padahal begitu nyaring ia dengar suara erang daging dan deras darah
yang muncrat di jalanjalan kelam dari jaman ke jaman
sejak qabil membantai habil
o, daging yang ranum darah yang harum
aku menginginkanmu di hari tuaku yang buruk ini! ratapnya
pedih dibekuk kenangan yang mendatanginya
bertubitubi
pisau yang tergeletak di atas meja makan itu meraung
sangsai
seperti putus asa
sudah berharihari ia tak menemu cara bunuh diri: mengakhiri
seluruh perjalanannya dan memulai lagi pengelanaan baru
menyusuri jalanjalan kelam di dunia lain
bersama orangorang lain
sebagai korban
Serang, 1998-1999
yang muncrat di jalanjalan kelam dari jaman ke jaman
sejak qabil membantai habil
o, daging yang ranum darah yang harum
aku menginginkanmu di hari tuaku yang buruk ini! ratapnya
pedih dibekuk kenangan yang mendatanginya
bertubitubi
pisau yang tergeletak di atas meja makan itu meraung
sangsai
seperti putus asa
sudah berharihari ia tak menemu cara bunuh diri: mengakhiri
seluruh perjalanannya dan memulai lagi pengelanaan baru
menyusuri jalanjalan kelam di dunia lain
bersama orangorang lain
sebagai korban
Serang, 1998-1999
Di Tengah Ladang Jagung
di tengah ladang jagung
kuterjemahkan ayatayat cintamu
di antara gerak daundaun
dan dzikir embun
di tengah ladang jagung
aku lelaki dengan tubuh legam berkilau
dibakar matahari
dalam gairah cinta menggelegak
di tengah ladang jagung
aku penari yang khusyuk mengurai doa
menjadi beribu gerak di antara riak kenangan
kenyataan hari ini, dan impian masa depan
di tengah ladang jagung
di bukit yang jauh dari tahuntahun gaduh
dan usia kemarau, aku tengadah ke langit
menyerap seluruh cahaya
Serang, 1998
Majlis Makan Malam dan Letupan di Masjid Istiqlal
ketika lidah sibuk mengganyang 20 tusuk satay, ayam
bakar, laksa johor, semangka, dan teh susu dalam
majlis makan malam di saujana yang amat berhormat
deto' haji abdul ghani othman*), seseorang menikam
telinga kiriku: istiqlal diletupkan sebutir bom, tuan!
majlis makan malam di saujana yang amat berhormat
deto' haji abdul ghani othman*), seseorang menikam
telinga kiriku: istiqlal diletupkan sebutir bom, tuan!
seketika itu juga, di tengah tarian dan nyanyian
melayu yang mendayudayu, hidangan di atas meja
menjelma bangkai dan genangan darah. malam mengerut
angin memusing, menghisap seluruh kesadaranku. seribu
mulut berdengungan seperti lebah gila, ditingkah suara
tawa yang berdenging tajam. aku muntah. tubuhku pun
meletup. kepingankepingannya beterbangan, melesat
melintas pulau dan lautan. jatuh berkaparan di lantai dasar
masjid di antara kacakaca yang berpecahan dan sengatan
bau belerang
Johor Bahru Malaysia, 1999
Sawah Satu
di sawah sunyi ini aku menanam
benih padi
menyelam ke dasar lumpur
membuka birahi bumi
dan menanam lagi
di sawah sunyi ini aku menari
sendiri
mengembara ke dasar doa
mereguk saripati bumi
dan menari lagi
di sawah sunyi ini aku rebah
pada tanah
menjemput gelisah
menulis sejarah
Serang, 1999
Selat Johor
selat johor sediam batu dinihari
dirundung murung
di seberang
singapura yang kecil menyala
bagai kawanan kunangkunang liar
menyerbu mataku
menikam hatiku yang bolong
selat johor sediam batu
bulan tumpas tanpa jejak
segaris sinar
memancar dari dasar laut
tegak lurus
seperti tombak yang menagih negeri
dan kudengar suara ibu memanggiliku
melayu yang mendayudayu, hidangan di atas meja
menjelma bangkai dan genangan darah. malam mengerut
angin memusing, menghisap seluruh kesadaranku. seribu
mulut berdengungan seperti lebah gila, ditingkah suara
tawa yang berdenging tajam. aku muntah. tubuhku pun
meletup. kepingankepingannya beterbangan, melesat
melintas pulau dan lautan. jatuh berkaparan di lantai dasar
masjid di antara kacakaca yang berpecahan dan sengatan
bau belerang
Johor Bahru Malaysia, 1999
Sawah Satu
di sawah sunyi ini aku menanam
benih padi
menyelam ke dasar lumpur
membuka birahi bumi
dan menanam lagi
di sawah sunyi ini aku menari
sendiri
mengembara ke dasar doa
mereguk saripati bumi
dan menari lagi
di sawah sunyi ini aku rebah
pada tanah
menjemput gelisah
menulis sejarah
Serang, 1999
Selat Johor
selat johor sediam batu dinihari
dirundung murung
di seberang
singapura yang kecil menyala
bagai kawanan kunangkunang liar
menyerbu mataku
menikam hatiku yang bolong
selat johor sediam batu
bulan tumpas tanpa jejak
segaris sinar
memancar dari dasar laut
tegak lurus
seperti tombak yang menagih negeri
dan kudengar suara ibu memanggiliku
selat johor sediam batu
rinduku begitu gaduh
Johor Bahru Malaysia, 1999
rinduku begitu gaduh
Johor Bahru Malaysia, 1999
Indonesia, Pada Sebuah Malam
indonesia -- pada sebuah malam yang jauh
bulan separuh. burung alap-alap memekikkan seluruh
nyanyian kepedihan dan alamat-alamat kematian
sunyi pun tumbuh berkawan ketakutan
menjalar ke setiap rumah, mengetuk pintu-pintu
yang rapuh. dan angin seperti bersekutu
menghunjamkan dingin, tajam bagai tatapan
sepasang mata kucing hitam. kemudian hujan
jatuh, berputar-putar dalam tarian tanpa irama
menderas tak tertahan menuju jantung kegelapan
mengisyaratkan badai
indonesia -- pada sebuah malam penuh hujan
bulan tersingkir seperti menegaskan kegelapan sihir
lolong anjing dari bukit-bukit jauh mengarungi
detik amarah yang bergelombang gaduh. bunga-bunga
berganti batu, dendang sayang berganti kibasan parang
semburan peluru dan kobaran api. darah pun tumpah
di setiap jengkal tanah. mengalir ribuan kilometer
bersama airmata yang diam-diam menyimpan kenangan
sejarah negeri hijau. sobekan bendera terbakar
di atas meja perjudian. mantera-mantera, doa-doa, kutukan
seribu kata saling tindih saling cakar di antara
percakapan-percakapan aneh penuh sandi
indonesia -- pada sebuah malam huru-hara
aku menundukkan kepala di kamar berdebu
membaca baris demi baris sajak-sajakku yang berlepasan
dari penjara kertas: melangkah di jalan-jalan berbatu!
Serang, 31.12.1996
membaca baris demi baris sajak-sajakku yang berlepasan
dari penjara kertas: melangkah di jalan-jalan berbatu!
Serang, 31.12.1996