Kenapa penyesalan datangnya selalu belakangan, karena itu memang merupakan suatu hukum sebab & akibat. Jika Sobat semua mau untuk menyadarinya secara jujur, setiap kali kita melakukan sesuatu yang buruk, ada kemungkinan kita akan menyesal. Tetapi permasalahannya seberapa besar kita menganggap dan mengatakan bahwa apa yang telah kita lakukan sebenarnya masih ada kesalahan dan merupakan suatu penyesalan serta menganggap hal itu bisa dianggap penyesalan atau malah akan diabaikan.
Berikut Drama bertema Penyesalan yang bisa Sobat simak dan diambil manfaatnya.
oleh Rusmila
- Abdullah (Lelaki)
- Fatimah
- Aisyah
- Hasan
- Bi Inah
- Lelaki Berjubah Putih
- Bartender
- Teman bartender
- Sopir
- Petugas Rumah Sakit
PROLOG
LELAKI ITU DUDUK SENDIRIAN DI SUDUT PUB DENGAN SEBATANG ROKOK YANG TERSELIP DI JEMARINYA. SEBENTAR-SEBENTAR BOLA MATANYA MENGERJAP SERAYA MENGGELENG-GELENGKAN KEPALA, SEOLAH HENDAK MENGENYAHKAN PIKIRAN YANG MEMENUHI ISI KEPALANYA. INGIN IA LARI DARI SEMUA PERSOALAN, MEMBEBASKAN DIRI DARI SEGALA MACAM BEBAN YANG MENDERA. AKAN TETAPI, LELAKI ITU TAK PERNAH BERHASIL.
BABAK I
DI PUB BAR
ABDULLAH
(Sambil setengah mabuk)
Hei … bartender, tambaah lagi birnya!
BARTENDER MENUANGKAN BIR KE GELAS LELAKI ITU
LELAKI
(Meneguk bir di gelasnya dengan sempoyongan)
Ka … mu tau, siapa saya he … he?
SAMBIL MENEPUK DADA. BARTENDER HANYA TERSENYUM
LELAKI
Sa … ya, sa … ya seorang lelaki sukses. Kamu, kamu tau, perusahaan saya besaaar sekali. Istri saya artis top. Anak-anak saya cantik dan ganteng. Saya punya uang banyak, berlimpah.
BERDIRI SEMPOYONGAN. LELAKI ITU KEMBALI MEYODORKAN GELASNYA YANG SUDAH KOSONG.
BARTENDER
(Memegang bahu lelaki)
Tuan sudah mabuk, sepuluh gelas sudah cukup, Tuan. Sebaiknya Tuan pulang saja.
LELAKI
(Menepis tangan bartender)
Pulang …? Mabuk …? Akh, … kau gila. Aku tak mungkin mabuk. Aku ini ….
LELAKI TERJATUH. SI BARTENDER DAN BEBERAPA PEGAWAI PUB ITU SEGERA MENGGOTONG LELAKI ITU KELUAR. MEREKA MENCARI SOPIR LELAKI ITU YANG SETIAP MALAM SETIA MENEMANINYA.
BARTENDER
Ini bos Anda, bukan?
MENUNJUK LELAKI YANG DIGOTONG TEMAN-TEMANNYA.
SOPIR
(Mengangguk)
Teler lagi, Tuan? (Sambil membukakan pintu mobil, Bartender dan kawan-kawannya meletakkan lelaki itu)
KAWAN BARTENDER
Gila ya, bos kamu itu, tiap malam tak pernah absen dari teler. Sudah, bawa pulang sana!
SOPIR
Terimakasih Tuan-tuan!
TANCAP GAS DAN PERGI
BABAK II
DI MOBIL (DI JALAN)
LELAKI
Eeh … eeh. Di mana, aku? (Setengah sadar)
SOPIR
Bos, kita akan pulang.
LELAKI
Pulang?. Ah, kau, Mir! Memang aku punya rumah tempat aku bisa pulang? Memang ada yang menunggu aku pulang? Paling-paling si Inah, istri kamu yang ada. Mir, sudah, kita muter ke Pub aja lagi.
SOPIR (Memegang kepala)
Tuan, itu tidak mungkin. Saya tidak mau diusir sama pegawai Pub.
LELAKI (Memelototkan mata)
Diusir? Hei …, apa salah kamu, Mir?
SOPIR (Bingung)
Anu, Tuan, maksud saya, saya tidak mau kembali ke Pub karena di tempat itu tadi saya lihat banyak polisi. Saya takut kena razia atau diusir.
LELAKI (Melonggo)
Oo … oo … oo! Kukira kau diusir. Kalau begitu kemana ja deh, Mir! Pokoknya aku tidak mau pulang. Rumah besar itu seperti neraka buatku.
SOPIR
Baik, Tuan.
MOBIL YANG DITUMPANGI LELAKI ITU MELAJU MEMBELAH MALAM. TAK JELAS ARAH YANG MAU DITUJU. AMIR, SANG SOPIR. MEMBAWA MOBIL ITU HANYA MENGIKUTI SUARA HATINYA SAJA. JIKA HARUS BERBELOK, MAKA IA MEMBELOKKAN MOBILNYA. JIKA HARUS BERHENTI IA PUN MENGHENTIKAN MOBILNYA. SEMENTARA, LELAKI ITU TERTIDUR DENGAN LELAPNYA.
BABAK III
SEORANG LELAKI BERPAKAIAN PUTIH (LBP) MEMUTAR-MUTAR BUTIR TASBIH MENDEKATI LELAKI ITU DAN BERBICARA DENGAN SUARA YANG LIRIH.
LBP
Abdullah, bangun! Bangun Abdullah! Bangun!
LELAKI (Terkejut, mundur ke tembok putih)
Si … si …siapa engkau, wahai lelaki berjubah putih?
LBP
Aku adalah Kamu, Abdullah. Aku adalah suara hatimu. Aku adalah nafasmu. Aku adalah Kamu …
LELAKI
Bohong. Kamu hantu, iblis, syaitan. (Suara keras)
LBP
Abdullah! Aku memang Kamu. Bagian lain dari hati nuranimu. Lihat … lihatlah aku dengan seksama.
LELAKI MEMANDANG LEKAT-LEKAT KE LBP
LBP
Abdullah, Kamu sudah sangat jauh tersesat. Apa yang Kamu cari? Semua sudah Kamu punya. Kamu menyiksa dirimu sendiri. Mengapa Kamu begitu bodoh menjerumuskan dirimu? Sadarlah! Lihatlah dirimu, tanyalah hati nuranimu.
LELAKI (Tertunduk, menggumam)
Iya, apa yang kucari! Dunia sudah kuraih. Lalu apa lagi?
LBP (Berbicara pelan)
Kedamaian dan iman. Itulah yang hilang dan coba kamu cari. Dunia yang kamu raih ternyata membuat dirimu lupa. Sadarlah dirimu. Kembali ke keluargamu. Di sana ada cinta yang kamu lupa. Dia bidadari yang selalu berdoa di tiap malamnya. Pulanglah, Abdullah!
TIBA-TIBA SOPIR MENGEREM MOBIL DENGAN MENDADAK DAN TERJAGALAH LELAKI ITU DARI MIMPINYA.
LELAKI (Melotot marah)
Apa … apaan kamu, Mir! Bawa mobil tidak hati-hati. Aku belum mau mati.
SOPIR
Maaf, Tuan.
LELAKI (Dengan mata menerawang)
Mir, kita pulang dan jangan bertanya.
SOPIR MEMUTAR MOBIL TANPA BERANI BERTANYA TENTANG KEPUTUSAN PULANG TUANNYA
BABAK IV
DI RUMAH LELAKI. KETIKA MOBIL LELAKI ITU MEMASUKI GERBANG SEBUAH RUMAH BESAR, SAYUP-SAYUP DIDENGARNYA SUARA MERDU ORANG MENGAJI.
LELAKI (Wajah bingung)
Kamu tahu suara apa itu, Mir?
SOPIR
Anu, Tuan. Itu suara orang mengaji! Suara Neng Fatimah, Tuan.
LELAKI
Fatimah. Putri bungsuku?
(Masih heran) Kapan dia pulang?
SOPIR
Iya, Tuan (sambil membuka pintu rumah)
Dia Sudah pulang tiga hari yang lalu dari pondok pesantren. Tuan tidak bertemu dengannya?
SOPIR (Bergumam)
Bagaimana bisa bertemu, jika sudah tiga hari ini tuan tak pulang-pulang!
LELAKI ITU BERJALAN MEMASUKI RUMAH BESARNYA. DIA MENUJU KAMAR PUTRINYA – FATIMAH – DI LANTAI TIGA RUMAHNYA. LELAKI ITU MEMATUNG DI DEPAN PINTU KAMAR FATIMAH.
FATIMAH (Membaca Q.S. Al-Baqorah: 1 – 7. Tiba-tiba matanya menangkap sesosok bayangan hitam di depan pintu kamarnya).
Ayah?! Benarkah Ayah?!
FATIMAH BERLARI MENCIUM LENGAN AYAHNYA
LELAKI (Mengusap kepala Fatimah)
Fatimah, anak ayah (GUMAMNYA).
FATIMAH
Masuklah ayah. Fatimah kangen sama ayah. Ayah kurusan
(memegang-memegang tubuh ayah) Sakit?
LELAKI MENGGELENG LEMAH. FATIMAH MENUNTUN LELAKI ITU MASUK. MENDUDUKKANNYA. MELEPASKAN SEPATUNYA, BAJUNYA, DAN SELURUH PAKAIANNYA, LALU BERLARI KE KAMAR MANDI MEMBAWA SATU BASKOM KECIL AIR. MENYEKA TUBUH LELAKI ITU. MEMAKAIKAN PAKAIAN YANG BERSIH KEPADANYA.
LELAKI (Menangis)
Maafkan ayah, Fatimah. Ayah … (tersedu-sedu)
FATIMAH
Ayah, mengapa harus minta maaf? Manusia itu tempatnya khilaf! Alhamdulillah, ayah sudah pulang! Fatimah senang.
LELAKI (Tersedu-sedu).
Apa yang kamu baca? Bolehkah ayah tahu..
FATIMAH
Al-Quran. Buku Allah yang diberikan-Nya untuk dibaca manusia. Ayat yang Fatimah baca tadi menerangkan tentang keberadaan Al-Quran. Itulah petunjuk dan pegangan hidup bagi manusia. Ayah masih sering membacanya?
LELAKI (Menggeleng)
Ayah lupa dengan-Nya.
FATIMAH (Menghapus air mata ayah).
Allah itu maha pemaaf. Dia tak akan pernah lupa pada hamba-Nya yang khilaf. Fatimah senang ayah pulang. Artinya, kita bisa sahur bersama untuk menyongsong hari pertama Ramadhan tahun ini. Walaupun cuma berdua.
LELAKI
Apa maksudmu cuma berdua, Fatimah?. Bukankah ibumu juga kedua kakamu ikut sahur bersama kita malam ini?
HERAN
FATIMAH (Tertunduk dalam).
Ayah, Ibu …
BERHENTI
LELAKI
“Kenapa dengan Ibumu?”
SETENGAH MEMBENTAK
FATIMAH
Ibu, tadi siang dibawa ke rumah sakit jiwa. Beliau stress, ayah! Tadi beliau mengamuk hebat begitu tahu, Mba Aisyah hamil dan Mas Hasan ditangkap polisi saat sedang pesta ganja dengan teman-temannya.
LELAKI TERKULAI LEMAS
BABAK V
DI RUMAH SAKIT JIWA, SETELAH MENJALANI PROSES HUKUM, HASAN MENGALAMI PERAWATAN INTENSIF DI TEMPAT REHABILITASI KETERGANTUNGAN OBAT. SELAMA ENAM BULAN DI SANA, AKHIRNYA IA SEMBUH. SEMENTARA, AISYAH TELAH MELAHIRKAN SEORANG BAYI PEREMPUAN YANG CANTIK. DAUD JUGA BERSEDIA BERTANGGUNG JAWAB TERHADAP ANAK ITU. FATIMAH TERUS MENGAJAR AYAHNYA MENGAJI. RUMAH ITU KEMBALI BERCAHAYA. MESKI IBU MASIH HARUS DIRAWAT. SUATU SORE YANG CERAH. FATIMAH LAGI ASYIK BERMAIN-MAIN DENGAN BAYI KECIL AISYAH. TIBA-TIBA TERDENGAR BUNYI TELEPON.
Kring … Kring … Kring
AISYAH (Setengah berteriak).
Bi Inah, tolong angkat teleponnya.
BI INAH (Berlari-lari kecil)
Iya, Non. “Assalamualaikum”. Cari siapa?
BI INAH TAMPAK MANGGUT-MANGGUT
AISYAH
Dari siapa, Bi?
BI INAH
Anu, Non. Dari rumah sakit tempat ibu dirawat. Katanya penting.
AISYAH (Beranjak dari tempat duduknya)
Ya …, saya anaknya ibu Khadijah. Ada apa, ya?
SUARA DI TELEPON
(PEGAWAI RS)
Begini. Bisakah Anda ke rumah sakit sekarang. Ada sesuatu dengan ibu Anda!
AISYAH
Ba … baik. Saya ke sana segera!
Tut … tut … tut … (telepon ditutup)
SORE ITU, MEREKA SEKELUARGA BERGEGAS PERGI KE RUMAH SAKIT. SEPANJANG PERJALANAN MEREKA DIHANTUI PERTANYAAN BESAR: “ADA APA DENGAN IBU MEREKA?”. SUASANA RUMAH SAKIT TIDAK TERLALU RAMAI. MEREKA SEGERA MEMASUKI LOBI. BEBERAPA PETUGAS SEDANG BERJAGA.
HASAN
Siang, Pa! Kami keluarga ibu Khadijah. Tadi kami dapat telepon dari sini. Ada apa dengan ibu kami.
TAMPAK KEKALUTAN TERCERMIN DARI WAJAHNYA
PETUGAS RS
O iya. Mari silakan ikut saya!
BERIRINGAN MEREKA MENGIKUTI LANGKAH PETUGAS RUMAH SAKIT. SETELAH MELEWATI BEBERAPA KORIDOR, AKHIRNYA SAMPAILAH DI KAMAR PERAWATAN IBU KHADIJAH. WAJAH SELURUH ANGGOTA KELUARGA TAMPAK TEGANG. FATIMAH TAMPK MENGAMIT AYAHNYA YANG BERJALAN GEMETAR.
PETUGAS RS
Mari!
SAMBIL MEMBUKAKAN PINTU KAMAR DAN MENYILAKAN. MEREKA BERHAMBURAN MEMASUKI RUANGAN. SESOSOK TUBUH TERTUTUP KAIN PUTIH TERBUJUR KAKU DI ATAS RANJANG!
KELUARGA (Serentak)
Ibu ….!
TUBUH KAKU ITU DIPELUK BERAMAI-RAMAI OLEH MEREKA. IBU YANG MEREKA CINTAI TELAH PERGI. PERGI UNTUK SELAMA-LAMANYA! LELAKI ITU BERPALING DAN KELUAR RUANGAN. MENINGGALKAN TUBUH ISTRINYA YANG TERBARING KAKU. MENINGGALKAN LAGU TANGIS ANAK-ANAKNYA. ADA BENING AIR JATUH DI PELUPUK MATA LELAKI ITU.
LELAKI (Membenturkan dahi pada tembok ruangan)
Ya, Tuhan! Aku … telah berdosa! Aku … berdosa! Ampuni hamba! Ampuni hamba, ya Rob…!
FATIMAH (Keluar dari ruangan, mendekati ayahnya dan memeluknya)
Allah maha pengampun. Ibu juga pasti diampuninya. Ibu beruntung , Yah! Ia dipanggil oleh Allah di saat cahaya Ramadhan datang menyinari bumi!
RUANG DI RUMAH SAKIT ITU MULAI HENING. SUARA TANGIS TADI LAMAT-LAMAT HILANG BERGANTI DENGAN SUARA AZAN MAGRIB TANDA WAKTU BERBUKA PUASA TELAH TIBA.